Langsung ke konten utama
Penghukuman Allah dan Pengasihan Allah

Pic Source: myonlycomfort.org
Pendahuluan
 Sempat menjadi Trending Topic sebuah Video di Youtube yang berjudul: “Risma Tegar Menghadiri Pernikahan Sang Pacar”. Video yang banyak menuai simpati ini[1] memperlihatkan seseorang yang bernama Risma, menghadiri pernikahan Pacar yang dicintainya yang bernama Rais dan dipacarinya selama kurang lebih 9 tahun. Tetapi Rais secara mengejutkan memilih mengakhiri perjalanan cintanya dengan menikahi wanita lain. Dan di dalam Video itu memperlihatkan Risma berjabat tangan dengan kedua mempelai, kemudian memeluk Rais pacarnya tersebut yang telah menjadi suami orang lain. Sangat menyedihkan bukan?
Terlepas dari video ini adalah suatu kenyataan atau bukan, akan tetapi kadang kala harus kita akui, mulut kita bisa dengan mudah mengatakan, aku mengasihimu, aku mencintaimu...
Cinta sejati itu mudah diucapkan, akan tetapi sulit untuk menjalaninya, bahkan sulit untuk membuktikannya.
Kisah dalam Yeremia 3:1-13 berisi tentang isi hati Allah kepada umat-Nya. Allah menegur Yehuda bahkan Ia murka terhadap Yehuda. Apa yang menyebabkan Allah begitu murka terhadap Yehuda? Karena Allah membenci Dosa yang telah dilakukan oleh Yehuda

DOSA YEHUDA DAN HUKUMANNYA
Apa sesungguhnya yang telah dilakukan oleh Yehuda?
Bangsa ini telah meninggalkan Allah. Yehuda telah mengkhianati Dia.  Allah menyatakan bahwa mereka telah berzinah, dan  bersundal “berselingkuh”. Ayat 1 dan 2 “Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih dan mau kembali kepada-Ku?” Pertanyaan yang sangat menghentak Yehuda. Ini adalah pertanyaan yang mengerikan.
Bangsa Israel diibaratkan seperti isteri Allah. (ayat 14: Aku telah menjadi Tuan (ing: Husband) atas kamu. Tetapi Yehuda menunjukkan bahwa mereka tidak setia kepada suami mereka yaitu Allah. Mereka pergi meninggalkan-Nya dan ironisnya adalah Israel pergi meninggalkan Allah bukan secara pasif, melainkan secara aktif yang digambarkan ayat 1. Mereka Bukan hanya berzinah dengan satu kekasih atau satu selingkuhan, tetapi dengan Banyak kekasih. Puncak kemarahan Allah terhadap Yehuda adalah ia dikatakan seperti perempuan Arab (dalam hal ini seorang pelacur) yang menunggu pelanggannya.
            Allah menyatakan bahwa moralitas Bangsa Israel sudah rusak dan menjadi sama seperti perempuan asusila yang sedang menunggu pelanggan di pinggir-pinggir jalan. Serendah itulah moralitas bangsa Yehuda ketika ia melakukan persundalan secara tidak malu-malu lagi. Mereka tidak malu berbuat Dosa, demi kepuasan diri mereka.
Dari perkataan murka Allah ini, dapat disimpulkan bahwa Allah sangat membenci orang yang mendua. Allah sangat membenci sebuah pengkhianatan. Ia tidak berkenan terhadap pengkhianatan Yehuda.
Kalau kita memakai bahasa manusia, maka dapat kita katakan bahwa Allah sakit hati karena Allah bukan yang utama dalam hidup bangsa Yehuda. Jika kita boleh “berempati” dengan Allah, kita dapat membayangkan betapa sakit hatinya Allah terhadap perbuatan Yehuda ini. Ini adalah sebuah pengkhianatan yang mana ikatan janji diantara kedua belah pihak di ingkari sepihak.
Yehuda tidak lagi menempatkan Allah pada posisinya, yakni sebagai “pasangan” Allah yang diikat dalam perjanjian kesetiaan. Mereka menganggap sepi kehadiran-Nya dan bahkan dengan kejinya mereka menggeser Allah dan  menggantikan Dia dengan kehadiran sosok idaman lain dalam hidup mereka. Yehuda tidak lagi menganggap kehadiran Allah sebagai Tuhan yang patut untuk dihargai dan dihormati.
Ketika Allah dicopot dari tempat semestinya di dalam hidup kita, maka sesungguhnya kita bebas melakukan segala keinginannya termasuk keinginan dosa. Keinginan-keinginan untuk memenuhi kepuasan diri sendiri.
Menjadi pertanyaan kepada kita adalah, sesering apa  di dalam hidup kita, kita menempatkan Allah di dalam posisi yang sebenarnya? keadaan yang baik? keadaan yang biasa saja? Ataukah Allah hanya dipandang ketika kita berada di dalam situasi yang pelik? Jika Allah dipandang hanya pada saat susah, maka kita tidak ubahnya seperti bangsa Yehuda, yang ketika dirus hujan tertahan dan tanah tidak menghasilkan panen, mereka kesusahan bahan pangan, (ayat 3) maka mereka menjerit dan mau kembali kepada Tuhan, “Oh Tuhan tolong kami”, tanpa malu dan sadar bahwa mereka baru saja membuat hati Allah terluka. Maka jangan kaget kalau Tuhan berkata, tetapi dahimu adalah dahi perempuan sundal.
Di dalam Perjanjian Baru (PB), dicatat bahwa bentuk kejahatan menduakan Allah, atau para penghianat Allah, menjadikan diri mereka musuh Allah. Yakobus 4:4 : Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah. Kata tidak setia, itu dalam bahasa aslinya  diartikan sebagai pezinah (Adulteres) yang menggambarkan ketidaksetiaan seseorang terhadap Tuhan. Sesungguhnya, ketidak setiaan kita, menempatkan kita secara otomatis sebagai musuh Allah.
Alister McGrath pernah menulis dalam bukunya bahwa: “Orang tidak akan memohon belas kasihan kecuali ia menyadari betapa ia membutuhkannya”. Hal ini memang tepat, mengingat bahwa selama kebutuhan-kebutuhan hidup terpenuhi, situasi keadaan hidup begitu nyaman maka lebih mudah bagi seseorang untuk menikmatinya ketimbang ia bersyukur karena telah memilikinya.     
Kelemahan kita, adalah kita hanya mengingat Allah ketika kita butuh belas kasihannya. Ketika keadaan begitu menyakitkan, baru kita sadar bahwa kita butuh Allah. Bahwa Kita butuh belas kasihan Allah dan tanpa sadar bahwa selama ini kita telah  menghianati Allah yang setia. Kita terlalu mengandalkan diri kita sendiri, untuk mencari kepuasan diluar Allah.
Oleh sebab itu berhati-hatilah! Apa yang menjadi berhala kita saat ini? Uang? Harta benda? kenikmatan dunia? Apa saja dapat menjadi idol, dan membuat kita menggeser kedudukan Allah itulah berhala kita.
Apakah selama ini kita telah setia kepada Allah? Kesetiaan itu sesungguhnya adalah bukti dari perkataan “Aku mencintaimu”, “Aku mengasihimu”. Kesetiaan bersumber dari kasih yang tulus, artinya di dalam kasih yang tulus itu tidak ada nilai kepura-puraan karena sesungguhnya di dalam kepura-puraan yang ada hanyalah penghianatan.
Jika kita berkata: “Aku mengasihimu..” tetapi kita tidak setia, maka sesungguhnya kasih kita itu pura-pura. Kasih kita adalah kasih yang kosong, oleh karena itu, pertanyaan nya bagaimana kita bisa setia kepada Allah? Jawaban yang tepat adalah sadari terlebih dahulu bahwa kita dicintai oleh Allah dengan cinta-Nya yang kekal dan setia. Dari kesadaran inilah baru kita bisa merealisasikan cinta kita kepada-Nya. Sayangnya, Dosa membuat kita tidak bisa setia kepada Allah oleh karena itulah kita selalu gagal untuk mencintai Dia dengan setia. Sekalipun demikian, Allah tetaplah setia di dalam Cinta-Nya karena Ia demikian adanya. Maukah kita mencintai Allah? Ingat selalu akan kesetiaan-Nya.
Memang ketidaksetiaan merupakan sesuatu yang dibenci Allah. Tetapi menutupi ketidaksetiaan dengan kepura-puraan, itu adalah suatu sikap yang mengerikan. Bangsa Yehuda, dituding Allah sebagai bangsa yg munafik. Tuhan memperbandingkan Yehuda dengan Israel, saudara kandungnya yang nota bene menjadi bangsa yang sangat buruk dihadapan Allah yang juga sama melakukan pengkhianatan terhadap Tuhan.
Ayat 6 - 10 mencatat israel mendapatkan hukuman dari Allah ketika mereka meninggalkan Allah: “Karena zinahnya Aku telah menceraikan bangsa Israel”.  Seharusnya Yehuda dapat belajar dari peristiwa saudaranya ini. Tapi apa yang terjadi? Yehuda tidak berkaca dari perbuatan bejat Israel, tetapi justru mereka mengulanginya dan bahkan lebih parah. Ternyata kerohanian mereka adalah kerohanian yang semu. Mereka juga tetap menyembah batu dan kayu, terlebih mereka pura-pura, kata Allah.
Di dalam usaha Yosia membawa Yehuda berbalik kepada Allah, usahanya tidak sepeuhnya berhasil. Bangsanya tetap menyembah kayu dan batu. Sehingga di ayat 10 Allah berkata, “Yehuda tidak kembali kepadaku dengan tulus hati, tetapi dengan kepura-puraan”, Maka dalam hal ini, Israel membuktikan bahwa dirinya lebih benar sedikit dari Yehuda.
Itulah Yehuda, tanpa pertobatan! Ibarat seorang yang pacaran, permainan Yehuda lebih rapi. Dalam hal ini, mereka memiliki selingkhuan yang begitu banyak, tetapi kelihatan tetap berbakti kepada Allah. Justru mereka mengatasnamakan Allah untuk membenarkan perbuatan mereka. Mereka melakukan kejahatan-kejahatan, lalu kemudian mereka datang kepada Allah. Kalau kita punya pasangan, maka ibaratnya kita seakan-akan tetap setia kepada pasangan kita, tapi kita mencari kepuasan dari pacar-pacar atau pasangan-pasangan sementara.
Ingat bahwa Kepura-puraan identik dengan kemunafikan. Tuhan Yesus di dalam PB membenci kemunafikan. Orang-orang Farisi selalu dikecam oleh Tuhan Yesus karena kemunafikan mereka. Bahkan ia menyebut mereka seperti kuburan yang berlabur putih, tapi dialam penuh tulang belulang. (Mat. 23:27). Karakter ini merupakan karakter yang berbahaya yakni mencari sebuah pembelaan di dalam kerohanian yang terlihat baik dari luar, tetapi tidak di dalam hati.
Oleh sebab itu penghukuman Allah turun dan menjadi bagian dari hidup orang-orang Israel dan Yehuda. Ini adalah suatu pembelajaran bagi orang-orang percaya masa kini, hidup di zaman ini dengan sikap hidup yang sama seperti mereka.
Allah memandang perbuatan umat-Nya ini sebagai perbuatan yang tidak layak untuk diampuni. Dalam ayat 1 Allah menggunakan Analogi perceraian untuk menjelaskan sebuah situasi yang telah dilakukan oleh bangsa ini. “Jika seorang menceraikan Istrinya lalu perempuan itu pergi dari padanya, dan menjadi istri orang lain, akan kembalikah laki-laki yang pertama kepada perempuan itu? Bukankah negeri itu sudah tetap cemar?”
Di dalam ulangan 24:1-4 tertulis mengenai larangan mengambil kembali seorang istri yang sudah diceraikan karena berbuat hal yang tidak senonoh. Karena itu akan merendahkan bukan saja martabat perempuan itu, tetapi martabat seluruh negeri. Maka itu akan menajiskan bangsa itu. Lihat bahwa hukum ini dipakai Allah untuk memperlihatkan betapa bejatnya kelakuan mereka, yang bukan secara pasif saja dioper-oper seperti bola pimpong, akan tetapi mereka secara aktif mengoper-ngoper diri mereka sendiri ke banyak laki-laki (dalam hal ini dewa-dewa lain) lalu kemudian mereka mau kembali begitu saja terhadap Allah? Kemnyataan ini sebenarnya mau menunjukkan bahwa mereka seharusnya tidak layak untuk diterima kembali.
Realita hidup orang kristen masa kini kemungkinan besar banyak yang sama seperti umat Allah di masa lampau. Mereka melayani Allah sekaligus melayani yang lain. Melayani Allah supaya dapat berkata bahwa “kita orang-orang yang diselamatkan” tetapi moralitas dan praksis kehidupan sama sekali bertolak belakang dari kemauan Allah. 

AJAKAN REKONSILIASI: SEBUAH ANUGERAH
Fakta yang menarik adalah secara mengejutkan, Amarah Allah, dari hukuman berubah menjadi sebuah Anugerah. Ayat 12 menyatakan bahwa Allah dengan tangan terbuka mau menerima bangsa yang murtad itu bila memang mereka mau kembali kepada-Nya.
Lihatlah betapa Allah begitu menyayangi umat-Nya, Bangsa yang seharusnya binasa oleh  karena pengkhianatan keji, tetapi kemudian kasihani Allah. Mengapa demikian? Kasih Allah, yang begitu besarlah yang membuat Allah mau menerima kembali bangsa yang telah berkhianat itu. Ia mau menerima kembali mereka jika mereka mau dengan sungguh bertobat.
Lihat bahwa Perempuan munafik yang telah bersundal ini, mau diterima kembali Allah dan menjadi isterinya kembali. Lihatlah, betapa kemurahan-Nya, ia memilih untuk menerima isteri yang tidak setia ini.
Di dalam PB, ketika Yesus Kristus diperhadapkan dengan perempuan Sundal, yang kala itu oleh orang Farisi mau di rajam, Yesus berkata, “Aku pun tidak akan menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi, mulai dari sekarang”. (Yoh.8:11) Kasih Allah dinyatakan di dalam hidup Yesus Kristus yang secara sempurna menggambarkan bukti kasih Allah kepada manusia. Ketika manusia cenderung untuk menghakimi, Yesus membebaskan. Ketika manusia cenderung untuk menghukum, Yesus memberi pengampunan. Itulah sifat Allah karena Ia sendiri adalah Kasih.
Ada pepatah dalam bahasa inggris yang mengatakan: Faults are thick where love is thin; and faults are thin where love is thick. (Kesalahan menjadi tebal ketika kasih menipis, dan kesalahan menjadi tipis ketika kasih menebal) Orang-orang farisi tidak menunjukkan kasih mereka terhadap perempuan ini, tetapi hati mereka yang jahat yang tidak dipenuhi kasih itulah yang membuat mereka melihat kesalahan perempuan ini menjadi begitu besar dan mau menghukumnya. Tetapi Kristus melihat perempuan ini dengan kasih sehingga Ia tidak menghukumnya, melainkan menyuruhnya pergi, dan jangan berbuat dosa lagi. Kasih menutupi begitu banyak kesalahan.

SKEMA PENGAMPUNAN ALLAH
Allah menyatakan niatnya kepada bangsa Yehuda untuk mengajak mereka kembali kepada-Nya. Ia memberi pengampunan kepada mereka. Tetapi lihat, penghukuman tetap berjalan.  Hukuman Allah terhadap Yehuda sama sebagaimana hukuman Allah terhadap Israel.
Ini merupakan sebuah skema bagaimana Allah bekerja dalam hidup manusia. Ketika manusia berbuat dosa, maka Ia sangat murka dalam Amarah-Nya. Ketika Yehuda mau kembali kepada Allah, dengan kasih-Nya Ia menerima kembali. Di dalam ayat 18 menyatakan kebaikan Allah bagi bangsa Israel dan Yehuda yang akan di bawa kembali dan dipersatukan Allah setelah dari pembuangan.
Ketika Allah melepas Pengampunan, ini tidak berarti menghilangkan konsekuensi atas tindakan dosa umat-Nya, ini adalah ganjaran bagi dosa. Dalam konteks ini, pengampunan Allah yang ia berikan, dimaksudkan untuk memperbaiki relasi Dia dengan umat-Nya. Dalam hal ini esensi pengampunan sesungguhnya adalah perbaikan relasi.
Maka konsekuensi terhadap dosa adalah berjalannya hukuman. Dan inilah yang dimaksudkan untuk mendidik dan mendewasakan umat-Nya. Pengampunan yang tanpa konsekuensi, hanya akan mengkerdilkan orang, tetapi pengampunan Allah memulihkan, sekaligus mendewasakan. Melalui hukuman, Allah menuntun supaya umat-Nya benar-benar bertobat dari jalan kesesatannya. Agar umat-Nya menghargai relasi dengan Allah.
Sebenarnya, Allah tetap bekerja dalam skema yang sama terhadap kita sekarang. Kita adalah orang-orang berdosa oleh karena itu kebinasaanlah yang seharusnya kita terima. Akan tetapi, hukuman yang seharusnya kita terima, telah ditanggung dalam kesengsaraan  Kristus. Kematian Kristus dimaksudkan untuk memperbaiki relasi Allah dengan umat-Nya yang terpisah akibat dosa. Kematian Kristus, dimaksudkan mendidik dan mengajarkan kita mengenai berharganya sebuah relasi.
Bercermin dari ini, bagamana dengan kehidupan kita sebgai orang yang telah menerima pengampunan?? Adakah kasih kita berbicara di dalam pengampunan? Ada dua masalah disini ketika seseorang tidak mudah untuk mengampuni. Pertama, karena kita lebih condong melihat apa yang jahat dari sesama kita, teman kita ketimbang apa yang baik. Kedua, tidak menghargai sebuah pengampunan, karena apa? Karena tidak mau belajar untuk menghargai sebuah relasi, karena memang ia tidak mau meghargai relasi tersebut.
Faults are thick when love is thin and faults are thin when love is thick. (ketika kasihmu besar, maka kesalahan akan terlihat begitu tipis, tetapi sebaliknya ketika hatimu penuh kebencian, maka jangan heran kita hanya akan melihat kesalahan demi kesalahan.
Sadarilah bahwa sebuah relasi sangat berharga di mata Allah. Ia yang Maha Suci, Maha Kudus mau untuk menjalin hubungan dengan kita ciptaan-Nya yang terbatas dan penuh dosa. Akan tetapi karena begitu besar kasih-Nya sehingga relasi yang rusak akibat dosa itu dipulihkan-Nya melalui penutusan Kristus bagi hidup setiap kita.
Allah kita adalah Allah Murka terhadap dosa, namun ia juga Adalah Allah yang Kasih, mau menerima umat-Nya yang mau kembali kepada-Nya tetapi Ia menuntut pertobatan, sekaligus Ia adalah Allah yang Mengajarkan umat-Nya dan mendewasakan umat-Nya. mengajar kita, sekaligus mendewasakan kita. Maukah kita mengenal Dia dengan benar? Maukah kita mencintai Dia?




[1] Dilihat dari begitu banyak komentar yang menyatakan rasa simpati dan dukungan para Viewer video ini terhadap sikap berani dan tegar dari Risma yang telah dikhianati oleh sang pacar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Di Balik Lagu KJ. 401 "Makin Dekat Tuhan"

Images Source: https://img.discogs.com  Penggubah & Latar Belakang            Tentu sebagian besar kita tidak asing dengan sebuah film romansa yang diangkat dari sebuah kisah  nyata yang terjadi pada tahun 1912 yakni Titanic. Film ini menceritakan tentang  sebuah kapal yang karam disebabkan oleh benturan hebat antara kapal dan gunung es, yang kemudian memakan korban yang tidak sedikit. Adegan demi adegan di dalam film ini mencoba menggambarkan kembali detil setiap kejadian di masa itu sehingga penonton ikut larut dan merasakan betapa peristiwa itu begitu dahsyat nan mengerikan.             Tulisan ini tidak membahas mengenai jalan cerita film di atas, melainkan ada satu yang menarik dalam film karya sutradara kondang James Cameroon ini, yakni adegan di mana grup musik kapal itu tetap memainkan lagu-lagu mereka dengan profesional di tengah kepanikan penumpang yang tengah terancam nyawanya. Salah satunya adalah hymn “ Nearer my God to Thee ” atau di dalam Kidung Jemaat

Elia Nabi Yang Setia

Pendahuluan             Cerita mengenai nabi-nabi di dalam Alkitab barangkali bukan menjadi sesuatu yang asing di telinga orang Kristen. Sejak kecil pengajaran di Sekolah Minggu telah mengajarkan anak-anak mengenai kisah heroik para nabi dalam membawa bangsa Israel dengan segala mukjizat yang dilakukan seperti Musa yang membelah laut merah, atau Yosua dengan tentaranya meruntuhkan tembok Yerikho.             Salah satu ialah Elia, yang merupakan  satu dari sekian banyak nabi yang diceritakan di dalam Alkitab yang menggambarkan bagaimana Allah memakai manusia untuk menjadi “penyambung lidah-Nya” dalam berbicara kepada manusia dan menyatakan kehendak-Nya. Elia merupakan salah satu nabi yang dipakai Allah secara luar biasa untuk berbicara kepada umat Israel bahkan bukan hanya berbicara dalam bentuk peringatan, akan tetapi Elia juga bertindak melakukan nubuat dengan bukti karena keyakinannya terhadap suara Allah dan kehendak Allah. Elia melakukan mujizat-mujizat. Ia tiba-tiba muncul

Paper Allah Tritunggal

PENDAHU LUAN             Tritunggal merupakan suatu istilah populer dalam kekristenan dan merupakan salah satu ajaran fundamental dalam agama Kristen. Doktrin ini lahir dari perumusan bapa-bapa gereja mula-mula dengan presuposisi dasar dalam melihat Alkitab sebagai pengenalan akan Allah yang telah menyatakan diriNya secara khusus melalui Firman-Nya dan bahwa Allah mengkomunikasikan diriNya secara cukup bagi manusia untuk mengenal Allah yang sesungguhhnya sehingga manusia dapat menjadi bijak dan menuntun  menuju keselamatan. [1] Dari pemahaman dasar inilah mereka melihat dan merumuskan bahwa Allah hadir dan menyatakan diriNya  dalam wujud Allah Tritunggal.             Namun dalam perjalanannya tentu saja hasil dari perumusan ini tidak sepenuhnya diterima dengan tangan terbuka oleh sebagian kalangan. Hantaman kritikan dari berbagai teolog-teolog yang kontra dan tidak sejalan dengan pengajaran ini di zamannya berusaha untuk meruntuhkan dan membuat pengajaran baru. Salah satu dianta