Langsung ke konten utama

Konsep Iman dalam Kitab Ibrani 11 dan Konsep iman menurut Kitab Yakobus




Pendahuluan
            Praksis kehidupan Kristiani yang sejati selalu ditandai dengan adanya etika hidup yang sesuai dengan Firman Tuhan, dan ketaatan orang percaya akan menuruti Firman Tuhan selalu di dasari atas Anugerah dari Allah yang memberikan keselamatan. Akan tetapi manusia mendapatkan keselamatan berdasarkan Kasih karunia melalui Iman kepada Yesus Kristus bukan karena perbuatan baik atau perbuatan kesempurnaan menuruti menaati hukum Allah. Hal ini jelas, sebagaimana yang tertulis di dalam Roma 3:20 “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.”
            Iman dan perbuatan baik merupakan dua hal di dalam kekristenan yang menjadi tema krusial dan yang kadang menjadi perdebatan karena sering dikontradiksikan. Alkitab mencatat mengenai iman merupakan sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah sebagai “jalan” untuk memperoleh keselamatan tanpa harus disertai dengan usaha manusia.[1]
Akan tetapi pertanyaannya, apakah iman itu sesungguhnya? Kitab Ibrani pasal 11 memuat mengenai pengertian Iman yang paling lengkap. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Yakobus pun di dalam suratnya memberikan definisi mengenai iman. Akan tetapi yang menarik di dalam kitab Yakobus adalah bahwa ia menambahkan “perbuatan” sebagai sesuatu yang mengikuti iman. Lalu, ia menambahkan lagi bahwa iman yang tidak disertai perbuatan adalah iman yang mati.[2]
            Di dalam penulisan paper ini, penulis akan mencoba memaparkan mengenai konsep iman yang ada di dalam kitab Ibrani, khususnya Ibrani 11 dan konsep iman menurut surat Yakobus dengan memakai metode komparatif studi kata, dan juga memperbandingkan beberapa pendapat para ahli mengenai iman di dalam kedua kitab di atas dan pada akhirnya menarik suatu kesimpulan.


Konsep Iman Di Dalam Kitab Perjanjian Baru
            Secara umum, iman mungkin dapat disamakan dengan kepercayaan[3], atau menerima kesaksian orang lain yang berarti ketika seseorang memberikan suatu informasi atau menceritakan sesuatu yang belum pernah di dengar oleh pendengar itu dan menerima berita itu sebagai suatu kebenaran. Akan tetapi di dalam Perjanjian Baru (PB) banyak berbicara mengenai Iman dan dengan pengertian berbeda dari pengertian di atas. Dalam PB kata benda yang diterjemahkan “iman” yaitu pistis dan kata kerja Pisteuo keduanya muncul lebih dari 240 kali dan kata sifat pistos 67 kali.[4] Ada beberapa pengertian mengenai kata pistis ini di dalam bahasa Yunani klasik menurut Berkhof:
(1) suatu kepastian berdasarkan kepercayaan dalam diri seseorang dan pengakuannya, yang berbeda dengan pengetahuan yang bersandar pada penelitian pribadi dan (2) rasa percaya diri itu sendiri dimana kepercayaan seseorang bersandar[5]
Akan tetapi, kata pistis jarang digunakan oleh orang Yunani dalam pengertian untuk menyatakan kepercayaan mereka terhadap dewa mereka sebab bagi mereka dewa merupakan musuh, sehingga itu merupakan obyek rasa takut dan bukannya obyek rasa percaya[6] akan tetapi kata ini dipakai di dalam Alkitab dipakai kata kerja piestin merupakan transisi bahasa yang terjadi dari bahasa Yunani klasik ke septuaginta yang menerjemahkan kata he’emin dari bahasa Ibrani ke Yunani piestin yang berarti iman kepada Firman Tuhan  maupun rasa percaya yang sungguh kepada-Nya[7].
Pembahasan mengenai iman di dalam Alkitab khusunya PB berkaitan langsung dengan doktrin mengenai pertobatan dan keselamatan. Oleh karena itu biasanya di dalam membahas mengenai permasalahan konsep iman, beberapa tokoh mengaitkannya dengan pertobatan, pembenaran dan doktrin mengenai keselamatan. Salah satunya terdapat di dalam Efesus 2:8-10. Paulus memberikan suatu petunjuk di dalam ajarannya bahwa keselamatan itu di dapatkan bukan karena hasil usaha manusia melainkan karena kasih karunia Allah yang merupakan pemberian Allah sendiri kepada umat-Nya yang telah dipersiapkan sebelumnya agar melakukan kehendak-Nya dan hidup di dalam-Nya.
            Iman juga di dalam PB dapat berarti mengamini berita yang dibawa sebagai berita yang benar atau dengan kata lain mengakui berita yang dibawa sebagai suatu kebenaran yang dapat diterima, misalnya di dalam Roma 10:17[8]. Di dalam ayat ini dikatakan bahwa iman timbul dari pendengaran akan dan pendengaran akan firman Kristus, pendengaran akan Injil, dan Injil menurut Paulus di dalam Roma 1:16 adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, oleh karena itu dengan kata lain dapat di katakan bahwa Injil itu menjadi sumber yang menggerakkan seseorang untuk percaya dan beriman. Jadi, adakah iman mendahului pengetahuan atau sebaliknya? Menurut Easton Dictionary bahwa pengetahuan (knowledege) adalah elemen penting di dalam iman yang tidak dapat dipisahkan:
Knowledge is an essential element in all faith, and is sometimes spoken of as an equivalent to faith. Yet the two are distinguished in this respect, that faith includes in it assent, which is an act of the will in addition to the act of the understanding. Assent to the truth is of the essence of faith, and the ultimate ground on which our assent to any revealed truth rests is the veracity of God.[9]
Imanlah yang memungkinkan manusia untuk merespon apa yang ia dengar yaitu Firman. Iman di dasarkan pada pendengaran akan Firman Tuhan.
            Elwell memberikan sebuah petunjuk di dalam Alkitab yang memberikan definisi iman ketika ia merujuk pada nats 2 Kor.4:16-18.[10] Ia mengambil perkataan penghiburan Rasul Paulus ini sebagai pijakan dasar pengertian iman yang ada di dalam Perjanjian Baru. Paulus percaya dan meyakini pada sesuatu yang tidak kelihatan. Inilah iman itu. Nats ini senada dengan yang dituliskan oleh penulis kitab Ibrani mengenai definisi iman dalam Ibrani 11.
            Selain dari pada pengertian di atas, iman juga dapat diklasifikasikan melalui pengertian dalam ayat-ayat di dalam Alkitab. Iman menurut Yoh. 11:6 adalah karya luar biasa Allah yang dituntut dari kita.  Roma 10:9 mengatakan bahwa iman adalah sarana yang dengannya kita diselamatkan. Lukas menggaris bawahi arti penting dari iman dengan menggunakan satu kata untuk mendeskripsikan  orang-oramg Kristen: orang-orang percaya (Kis.2:44)[11] sampai saat kebangkitan Kristus orang percaya dijaga oleh kuasa Allah melalui iman (1Pet. 1:5). Paulus berkata bahwa dalam kehidupan Kristen satu-satunya hal yang berharga adalah iman yang berkarya melalui kasih.
            Perjanjian Baru memuat banyak informasi mengenai iman, sebagai contoh di dalam PB kata pistein atau pistis muncul dapat memiliki beberapa arti:
Pisteuiein memiliki arti (1) berpikir bahwa sesuatu adalah benar (Mat.24:23), atau (2) menerima pesan Allah yang disampaikan oleh mereka yang ditunjuk oleh Allah (Kis.24:14). Tetapi yang lebih menonjol adalah (3) menerima Yesus sebagai Mesias, sumber keselamatan kekal yang ditetapkan secara ilahi (Yoh.3:16).[12]
Sehingga iman dapat diartikan juga lebih dari sekedar percaya kepada suatu pesan. Oleh karena itu di dalam mengerti mengenai Iman di dalam PB, perlu di lihat latar belakang konteks penulisan dan latar belakang Kitab, agar supaya tidak memberi kesalahan pengertian mengenai iman secara general.

Konsep Iman di Dalam Kitab Ibrani 11
            Penulis Ibrani menuliskan bahwa dia, dan jemaat yang ditujukan kepada orang Ibrani, walaupun ada banyak kontroversi mengenai ini tetapi yang jelas adalah kitab ini mengikuti argumentasi menurut sudut pandang orang Yahudi melalui membandingkan Kristus dengan sistem keimaman Lewi dan banyak mengutip kutipan PL.[13]
Di dalam Kitab Ibrani konsep mengenai iman muncul di dalam pasal 11. Pasal 11 menurut beberapa ahli memuat definisi yang baik mengenai pengertian iman di dalam Alkitab. Dalam tulisan ini, penulis akan berfokus pada definisi iman yang terdapat pada  Ibrani 11: 1 “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”  Penulis Ibrani memberikan dua petunjuk mengenai definisi iman. (1) iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan (2) bukti  dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Iman (πιστις) adalah dasar dan bukti segala sesuatu yang diharapkan dan sesuatu itu tidak dilihat. Di dalam bahasa Inggris diterjemahkan: “Faith is the assurance of things hoped for, the conviction, (KJV[14]: the evidence) of things not seen.
            Kata faith atau iman di dalam bahasa Yunani adalah pistis (πιστις) sementara LAI memakai kata “dasar” yang diterjemahkan dari bahasa inggris “assurance” (jaminan)  KJV menerjemahkan dengan “substance”, sebab akar katanya adalah hupostasis  (hypostatsis: υποστασις) yang juga di dalam kebanyakan tradisi diterjemahkan dengan kata dasar atau esensia[15] atau secara literal menurut Expositor Greek Testament merupakan sesuatu yang menjadi  fondasi; yang berada di bawah[16] sehingga terjemahan dari LAI  “dasar” dapat membantu untuk melihat dan mengerti lebih jelas apa yang dimaksudkan oleh penulis surat Ibrani.
            Berpijak dari pengertian kata hypostasis yang diterjemahkan sebagai “dasar” ini, maka dapat diberi pengertian bahwa iman merupakan dasar dari segala sesuatu yang tidak kelihatan  atau menurut Theophylact, imanlah yang memungkinkan orang percaya  untuk  memperlakukan secara nyata hal-hal yang tidak kelihatan[17], atau menurut Wong bahwa iman menurut kata hupostasis adalah dasar yang berkepastian dari apa yang diharapkan.[18] Iman bukan berdasar pada apa yang tidak pasti melainkan iman adalah dasar sekaligus bukti aktif dari apa yang tidak terlihat atau dengan kata lain bahwa  iman itu di samping mewujudnyatakan apa yang tak dapat dilihat, iman juga merupakan wujud nyata dari apa yang tidak dapat dilihat itu.[19] Iman tidak hanya sebagai properti yang abstrak saja, melainkan ia punya bukti atau ada wujud nyata, wujud kongkritnya.
            Namun jadi pertanyaan apa sesungguhnya yang tidak kelihatan? Edwin Hatch memberikan pengertian sebagai berikut:
 “Faith is the ground of things hoped for, i.e., trust in God, or the conviction that God is good and that He will perform His promises, is the ground for confident hope that the things hoped for will come to pass.… So trust in God furnishes to the mind which has it a clear proof that things to which God has testified exist, though they are not visible to the senses.”[20]
Iman merupakan dasar yang berkepastian sebab iman memampukan manusia  untuk berpegang pada pengharapan yang tidak kelihatan, dimana pengharapan itu merupakan keyakinan orang percaya akan janji-janji Allah. Hal ini berhubungan dengan ayat 3, yaitu bahwa karena iman umat Allah mengerti (νοοῦμεν: akar kata noeo) mengenai Allah sebagai pencipta dunia. Iman kepada janji Allah merupakan harapan akan janji Allah atas kehidupan orang percaya.
            Jadi pengertian iman di dalam Kitab Ibrani 11 ini sesungguhnya sedang berbicara mengenai dasar dari kepercayaan umat Allah untuk menaruh pengharapan yang belum atau tidak kelihatan dan sekaligus menjadi bukti bahwa ada pengharapan dari sesuatu yang tidak dilihat yaitu pengharapan yang di dasarkan atas kasih sejati dari Allah. Dan penulis Ibrani memberikan contoh-contoh, tokoh di dalam Alkitab yang memiliki iman, artinya bahwa walaupun mereka tidak melihat tetapi mereka menaruh pengharapan mereka terhadap Allah. Barclay menuliskan bahwa bagi penulis Ibrani iman itu merupakan kepastian yang mutlak bahwa yang dapat dipercaya itu benar dan yang diharap itu pasti datang.[21]

Konsep Iman Menurut Yakobus
            Surat Yakobus ditulis oleh seseorang yang bernama Yakobus Rasul Yesus Kristus. Surat ini ditujukan kepada ke 12 suku diperantauan (ay.1). walaupun di dalam Perjanjian Baru gereja bukan hanya orang-orang Yahudi saja melainkan juga bangsa lain[22] dan beberapa  surat-surat ditujukan untuk bangsa lain juga akan tetapi tujuan surat ini jelas di alamatkan kepada orang asli Yahudi.[23] Surat ini ditujukan kepada orang-orang Israel yang berada di diaspora, atau diperantauan. Hal ini juga dapat dilihat dari penggunaan bahasa oleh Yakobus yang menyebut mengenai istilah “hukum taurat”, “sinagoge” dan juga istilah-istilah PL dan metafora Yahudi.[24] Hal yang lebih mendukung adalah bahwa Yakobus disebut sebagai sokoguru umat Yahudi.[25]
            Surat Yakobus ini ia tuliskan kepada orang-orang Yahudi yang tidak mengerti mengenai hubungan iman dan perbuatan baik – sebagaimana  tema  yang muncul di  dalam Yakobus  adalah mengenai iman dan hubungannya dengan perbuatan baik.  Oleh karena itu Yakobus memberikan suatu pengajaran mengenai iman yang benar kepada mereka yang menjadi tujuan penulisan surat Yakobus ini. Ia peduli terhadap mereka orang-orang yang telah mengaku iman kepada Kristus, akan tetapi tidak terlihat di dalam kehidupan mereka sebagai orang yang sudah meneima kebenaran itu, hal ini seperti yang diutarakan oleh Jenkins, “James had concern for those who professed faith in Christ but lived lives that did not “justify” their profession[26]. Jemaat pada saat itu menganut paham antinomian[27] yang memahami dengan tidak tepat konsep mengenai iman dan anugerah Allah.
            Yakobus memunculkan sebuah konsep iman di dalam suratnya yang menyatakan bahwa Iman harus disertai dengan perbuatan, dan Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati.[28] Hal ini menjadi kontroversi teologis sampai- sampai Marthin Luther menyebut surat ini sebagai surat sepele[29] bahkan ada yang menyangka bahwa surat ini menandai kemunduran dalam penyataan kebenaran ilahi[30] sebab di bandingkan dengan surat-surat Paulus yang lainnya. Sampai saat ini sebab pengajaran Yakobus ini seakan bertentangan dengan ajaran Paulus mengenai iman.[31]
            Apa maksud Yakobus mengenai iman yang mati? Apakah perbuatan menentukan iman itu eksis? Menjawab pertanyaan ini mungkin harus lebih hati-hati dan melihat konteks penulisan lebih jauh lagi. Yakobus memberikan keterangan bahwa tidak ada gunanya seseorang yang beriman tetapi tidak ada perbuatan yang menyertainya, yang ada pada dirinya.[32]
            Latar belakang penulisan surat ini, seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu Yakobus menuliskan ini kepada jemaat dengan paham antinomianisme sehingga Yakobus menekankan mengenai perbuatan. Pasal 2:14: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?”. Ada dua pertanyaann yang dapat dilihat, (1) apakah untungnya (ophelos: ὄφελος) orang yang mengatakan ia mempunyai iman tetapi tidak mempunyai perbuatan? (2) dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jelas di dalam ayat ini Yakobus menghubungkan iman dengan keselamatan.
            Apakah untungnya/gunanya orang yang mengatakan ia mempunyai iman tetapi tidak mempunyai perbuatan? (ἐὰν πίστιν λέγῃ τις ἔχειν ἔργα δὲ μὴ ἔχῃ;) Penggunaan subjunctive di sini λέγῃ/ ἔχῃ tidak hanya mengimplikasikan sebuah hipotesa – yang mana di jemaat itu ada yang bertanya seperti itu – melainkan  dapat mengindikasikan situasi sesungguhnya yang terjadi di gereja Yakobus.[33] Sehingga kasus salah paham ini bagi Yakobus sangat krusial untuk diluruskan kembali. Ajaran yang seakan bertentangan dengan ajaran Paulus ini menjadi isu krusial dan juga sangat tidak mungkin bagi gereja Yakobus untuk tidak mengenal ajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh iman. Apa sesungguhnya maksud Yakobus mengenai iman di dalam ayat ini? Martin berkomentar demikian:
Paul use “faith” to denote a confidence in God’s saving act in Christ, who died for our trespasses and was raised from the dead for our justification (Rom.4:24-25). In a different context, James – whose view of faith (as necessary for salvation) does not differ from Paul or any other NT writer – is attacking an understanding of “faith” that sees it merely as a pious sentiment or an intellectual acceptance of doctrine.[34]
            Seseorang berkata, aku mempunyai iman, tetapi tidak perbuatan, Yakobus bertanya, apakah iman seperti itu dapat menyelamatkan? Statement di atas merupkan pertanyaan retorika, ditulis dalam bentuk pertanyaan sebagai bentuk penekanan. Hal ini terlihat dari bentuk Yunaninya μὴ δύναται ἡ πίστις σῶσαι αὐτόν; Me dunatai he pistis sosai auton, bentuk negasi me: μὴ menunjukkan bahwa jawaban yang diharapkan adalah tetap negatif[35] yaitu “tidak!” Artinya adalah bahwa iman itu tidak dapat menyelamatkan dia. Yakobus disini tidak sedang meragukan keunggulan atau keampuhan iman. Akan tetapi iman seperti apa yang dimaksudkan Yakobus? Yakobus berkata bahwa iman yang dimiliki olehh si penanya ini bukanlah iman yang sesungguhnya di dalam Yesus Kristus[36], atau lebih jelasnya Woods menjelaskan demikian:
Note that James does not deny the effifacy of faith. Under consideration is a special kind of faith. What kind it is? That which is faith without works. James pick out tis particular kind of faith and says that it cannot save. Note the use of the demonstrative that. That what? That faith! What kind of faith is that? The kind of faith that is without works. What is affirmed of it? It cannot save. What cannot save? Faith without works. What works? The commandements of the Lord! This is decisive of the matter in issue. It makes clear the fact that faith, apart from, and without works, is profitless, barren, vain and dead, all of which James later affirms (in verses 17, 20, 26)[37]

            Perlu diperhatikan bahwa penggunaan kata di dalam ayat ini: perbuatan baik: Erga/ergon. Apakah yang dimaksud dengan perbuatan disini? Di dalam konteks ini, perbuatan yang dimaksud oleh Yakobus harus dibedakan dengan maksud Paulus.
Thus ἔργα is used differently by the two writers. Paul in polemical contexts view “works” as the keeping of the commandements of the Torah while James Employs “works” to signify acts of mercy and kindness (2:13, the fullfiling of the royal law, 2:8).[38]

Jadi dapat dimengerti bahwa perbuatan yang dimaksud oleh Yakobus dapat dibedakan dengan apa yang dimaksudkan oleh Paulus. Di satu sisi Paulus berusaha untuk mengatasi kesalahan pengajaran bahwa keselamatan berdasar iman “plus” perbuatan baik, sementara disisi lain Yakobus  pengajaran  mengenai gambaran iman yang salah kaprah di dalam jemaatnya yang “sudah diselamatkan oleh iman” namun tetap dapat disesatkan[39]
            Jadi Iman menurut Yakobus haruslah terlihat didalam sebuah bukti sebagaimana yang dinyatakan juga di dalam Ibrani 11 bahwa Iman merupakan bukti dari segala sesuatu yang tidak terlihat. Iman kepada Yesus Kristus membuahkan perbuatan.  Yakobus menekankan perbuatan dari orang percaya dalam relasi dengan iman.[40]

Kesimpulan
            Konsep Iman di dalam kitab Ibrani berbicara mengenai dasar dan bukti. Iman sebagai dasar sekaligus sebagai bukti dari segala sesuatu yang diharapkan dan yang tidak terlihat yaitu pengharapan kepada Allah dan janji-janji-Nya. sementara Yakobus menekankan iman dalam hubungannya dengan keselamatan yang merupakan dasar dari segala sesuatu itu dan iman harus mempunyai bukti yang sungguh menyatakan bahwa seseorang itu telah mempunyai iman yang sejati. Perbuatan bukan merupakan tambahan melainkan satu dengan iman dan tidak dapat dipisahkan.


Daftar Pustaka

Barclay, William Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Ibrani. Jakarta; BPK Gunung Mulia, 1995
Baxter, J. Sidlow Menggali Isi Alkitab 4: Roma s/d Wahyu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012.
Berkhof, Louis Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan, Surabaya: Momentum, 2011
Berkhof, Louis Theologi Sistematika: Doktrin Allah. Surabaya: Momentum, 2010
Charles C. Ryrie, Biblical Theology of The New Testament. Chicago: Moody, 1959
Constable, Thomas Notes on Hebrew. t.p, 2005.
D. A. Carson, Douglas J. Moo, and Leon Morris, An Introduction To The New Testament. Grand Rapids: Zondervan, 1992
Easton Revised Bible Dictionary, SABDA OLB Versi Indonesia.
Elwell, Walter A. ed. Topical Analysis of The Bible. Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1991
Enns, Paul The Moody Handbook Of Theology. Malang: SAAT, 2005
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid I: A-L Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Hadiwijono, Harun Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991
Hoekema, Anthony.  Diselamatkan Oleh Anugerah. Surabaya: Momentum, 2010
Jenkins, C. Ryan “Faith and Works in Paul and James,” Bibliotheca Sacra 159. t.p., 2002.
Kistemaker, James New Testament Commentary: James and I-III John. Grand Rapids: Michigan, 1987
Martin, Ralph P. Word Biblical Commentary. Waco, Texas: Word Books Publisher, 1988
Moo,Douglas J. The Letter of James. Grand Rapids, Michigan: Eerdsman Publishing Company, 2000
Tafsiran Alkitab Wycliffe, SABDA (OLB Versi Indonesia)
Wong, Peter S Injil Yesus Kristus. Jakarta: Yayasan Kartidaya, 2011
Woods, Guy N. New Testament Commentarry: James. Nashvile: Gospel Advocate Company, 1991.
http://biblehub.com/commentaries/egt/hebrews/11.htm





[1]Efesus 2:8
[2]Yakobus 2: 17
[3]KBBI
[4]Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid I: A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 431.
[5]Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan (Surabaya: Momentum, 2012), 181.
[6]Ibid.
[7]Ibid.
[8]Harun Hadiwijono, Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 403.
[9]Easton Revised Bible Dictionary, SABDA OLB Versi Indonesia.
[10]Lih. Walter A. Elwell, ed. Topical Analysis of The Bible (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1991), 549.
[11]Anthony Hoekema, Diselamatkan Oleh Anugerah (Surabaya: Momentum, 2010), 176.
[12]Ibid.,, 176
[13]Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology (Malang: SAAT, 2005), 140.
[14]Alkitab King James Version
[15]Louis Berkhof, Theologi Sistematika: Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 2010), 151
[16] http://biblehub.com/commentaries/egt/hebrews/11.htm
[17]Ibid.
[18]Peter S Wong, Injil Yesus Kristus (Jakarta: Yayasan Kartidaya, 2011), 242
[19]Ibid.
[20]http://biblehub.com/commentaries/egt/hebrews/11.htm
[21]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Ibrani (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 1995), 172.
[22]Thomas Constable, Notes on Hebrew (t.p., 2005), 2.
[23]D. A. Carson, Douglas J. Moo, and Leon Morris, An Introduction To The New Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1992), 414-415; C. Ryan Jenkins, “Faith and Works in Paul and James,” Bibliotheca Sacra 159 (t.p., 2002), 71
[24]Ibid, 415
[25]Gal 2:9.
[26]C. Ryan Jenkins, “Faith and Works in Paul and James.” Bibliotheca Sacra 159, 15
[27]Ibid, 72
[28] Yak.2:17
[29]Tafsiran Alkitab Wycliffe, SABDA (OLB Versi Indonesia)
[30]J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 4: Roma s/d Wahyu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012.
[31] Efe.2:8-10
[32]Yak.2:14
[33]Ralph P. Martin, Word Biblical Commentary (Waco, Texas: Word Books Publisher, 1988),80
[34]Ibid.
[35]Douglas J. Moo, The Letter of James. (Grand Rapids, Michigan: Eerdsman Publishing Company, 2000), 122; Guy N Woods, New Testament Commentarry: James (Nashvile: Gospel Advocate Company, 1991), 132
[36]James Kistemaker, New Testament Commentary: James and I-III John (Grand Rapids: Michigan, 1987), 88.
[37]Ibid.
[38] Ralph P. Martin, Word Biblical Commentary, 80
[39]Ibid, 81
[40]Charles C. Ryrie, Biblical Theology of The New Testament (Chicago: Moody, 1959), 140

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Di Balik Lagu KJ. 401 "Makin Dekat Tuhan"

Images Source: https://img.discogs.com  Penggubah & Latar Belakang            Tentu sebagian besar kita tidak asing dengan sebuah film romansa yang diangkat dari sebuah kisah  nyata yang terjadi pada tahun 1912 yakni Titanic. Film ini menceritakan tentang  sebuah kapal yang karam disebabkan oleh benturan hebat antara kapal dan gunung es, yang kemudian memakan korban yang tidak sedikit. Adegan demi adegan di dalam film ini mencoba menggambarkan kembali detil setiap kejadian di masa itu sehingga penonton ikut larut dan merasakan betapa peristiwa itu begitu dahsyat nan mengerikan.             Tulisan ini tidak membahas mengenai jalan cerita film di atas, melainkan ada satu yang menarik dalam film karya sutradara kondang James Cameroon ini, yakni adegan di mana grup musik kapal itu tetap memainkan lagu-lagu mereka dengan profesional di tengah kepanikan penumpang yang tengah terancam nyawanya. Salah satunya adalah hymn “ Nearer my God to Thee ” atau di dalam Kidung Jemaat

Elia Nabi Yang Setia

Pendahuluan             Cerita mengenai nabi-nabi di dalam Alkitab barangkali bukan menjadi sesuatu yang asing di telinga orang Kristen. Sejak kecil pengajaran di Sekolah Minggu telah mengajarkan anak-anak mengenai kisah heroik para nabi dalam membawa bangsa Israel dengan segala mukjizat yang dilakukan seperti Musa yang membelah laut merah, atau Yosua dengan tentaranya meruntuhkan tembok Yerikho.             Salah satu ialah Elia, yang merupakan  satu dari sekian banyak nabi yang diceritakan di dalam Alkitab yang menggambarkan bagaimana Allah memakai manusia untuk menjadi “penyambung lidah-Nya” dalam berbicara kepada manusia dan menyatakan kehendak-Nya. Elia merupakan salah satu nabi yang dipakai Allah secara luar biasa untuk berbicara kepada umat Israel bahkan bukan hanya berbicara dalam bentuk peringatan, akan tetapi Elia juga bertindak melakukan nubuat dengan bukti karena keyakinannya terhadap suara Allah dan kehendak Allah. Elia melakukan mujizat-mujizat. Ia tiba-tiba muncul

Paper Allah Tritunggal

PENDAHU LUAN             Tritunggal merupakan suatu istilah populer dalam kekristenan dan merupakan salah satu ajaran fundamental dalam agama Kristen. Doktrin ini lahir dari perumusan bapa-bapa gereja mula-mula dengan presuposisi dasar dalam melihat Alkitab sebagai pengenalan akan Allah yang telah menyatakan diriNya secara khusus melalui Firman-Nya dan bahwa Allah mengkomunikasikan diriNya secara cukup bagi manusia untuk mengenal Allah yang sesungguhhnya sehingga manusia dapat menjadi bijak dan menuntun  menuju keselamatan. [1] Dari pemahaman dasar inilah mereka melihat dan merumuskan bahwa Allah hadir dan menyatakan diriNya  dalam wujud Allah Tritunggal.             Namun dalam perjalanannya tentu saja hasil dari perumusan ini tidak sepenuhnya diterima dengan tangan terbuka oleh sebagian kalangan. Hantaman kritikan dari berbagai teolog-teolog yang kontra dan tidak sejalan dengan pengajaran ini di zamannya berusaha untuk meruntuhkan dan membuat pengajaran baru. Salah satu dianta