Praksis kehidupan Kristiani yang
sejati selalu ditandai dengan adanya etika hidup yang sesuai dengan Firman
Tuhan, dan ketaatan orang percaya akan menuruti Firman Tuhan selalu di dasari
atas Anugerah dari Allah yang memberikan keselamatan. Akan tetapi manusia
mendapatkan keselamatan berdasarkan Kasih karunia melalui Iman kepada Yesus
Kristus bukan karena perbuatan baik atau perbuatan kesempurnaan menuruti
menaati hukum Allah. Hal ini jelas, sebagaimana yang tertulis di dalam Roma 3:20
“Sebab tidak seorangpun yang dapat
dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru
oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.”
Iman dan perbuatan baik merupakan
dua hal di dalam kekristenan yang menjadi tema krusial dan yang kadang menjadi
perdebatan karena sering dikontradiksikan. Alkitab mencatat mengenai iman
merupakan sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah sebagai “jalan” untuk
memperoleh keselamatan tanpa harus disertai dengan usaha manusia.[1]
Akan tetapi pertanyaannya, apakah iman
itu sesungguhnya? Kitab Ibrani pasal 11 memuat mengenai pengertian Iman yang
paling lengkap. “Iman adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita
lihat.” Yakobus pun di dalam suratnya memberikan definisi mengenai iman.
Akan tetapi yang menarik di dalam kitab Yakobus adalah bahwa ia menambahkan
“perbuatan” sebagai sesuatu yang mengikuti iman. Lalu, ia menambahkan lagi
bahwa iman yang tidak disertai perbuatan adalah iman yang mati.[2]
Di dalam penulisan paper ini,
penulis akan mencoba memaparkan mengenai konsep iman yang ada di dalam kitab
Ibrani, khususnya Ibrani 11 dan konsep iman menurut surat Yakobus dengan
memakai metode komparatif studi kata, dan juga memperbandingkan beberapa
pendapat para ahli mengenai iman di dalam kedua kitab di atas dan pada akhirnya
menarik suatu kesimpulan.
Konsep Iman Di Dalam
Kitab Perjanjian Baru
Secara umum, iman mungkin dapat
disamakan dengan kepercayaan[3],
atau menerima kesaksian orang lain yang berarti ketika seseorang memberikan
suatu informasi atau menceritakan sesuatu yang belum pernah di dengar oleh
pendengar itu dan menerima berita itu sebagai suatu kebenaran. Akan tetapi di
dalam Perjanjian Baru (PB) banyak berbicara mengenai Iman dan dengan pengertian
berbeda dari pengertian di atas. Dalam PB kata benda yang diterjemahkan “iman”
yaitu pistis dan kata kerja Pisteuo keduanya muncul lebih dari 240
kali dan kata sifat pistos 67 kali.[4]
Ada beberapa pengertian mengenai kata pistis
ini di dalam bahasa Yunani klasik menurut Berkhof:
(1) suatu
kepastian berdasarkan kepercayaan dalam diri seseorang dan pengakuannya, yang
berbeda dengan pengetahuan yang bersandar pada penelitian pribadi dan (2) rasa
percaya diri itu sendiri dimana kepercayaan seseorang bersandar[5]
Akan
tetapi, kata pistis jarang digunakan oleh orang Yunani dalam pengertian untuk
menyatakan kepercayaan mereka terhadap dewa mereka sebab bagi mereka dewa
merupakan musuh, sehingga itu merupakan obyek rasa takut dan bukannya obyek
rasa percaya[6]
akan tetapi kata ini dipakai di dalam Alkitab dipakai kata kerja piestin
merupakan transisi bahasa yang terjadi dari bahasa Yunani klasik ke septuaginta
yang menerjemahkan kata he’emin dari bahasa Ibrani ke Yunani piestin yang
berarti iman kepada Firman Tuhan maupun
rasa percaya yang sungguh kepada-Nya[7].
Pembahasan mengenai iman di dalam
Alkitab khusunya PB berkaitan langsung dengan doktrin mengenai pertobatan dan
keselamatan. Oleh karena itu biasanya di dalam membahas mengenai permasalahan
konsep iman, beberapa tokoh mengaitkannya dengan pertobatan, pembenaran dan
doktrin mengenai keselamatan. Salah satunya terdapat di dalam Efesus 2:8-10.
Paulus memberikan suatu petunjuk di dalam ajarannya bahwa keselamatan itu di
dapatkan bukan karena hasil usaha manusia melainkan karena kasih karunia Allah
yang merupakan pemberian Allah sendiri kepada umat-Nya yang telah dipersiapkan
sebelumnya agar melakukan kehendak-Nya dan hidup di dalam-Nya.
Iman juga di dalam PB dapat berarti
mengamini berita yang dibawa sebagai berita yang benar atau dengan kata lain
mengakui berita yang dibawa sebagai suatu kebenaran yang dapat diterima,
misalnya di dalam Roma 10:17[8].
Di dalam ayat ini dikatakan bahwa iman timbul dari pendengaran akan dan
pendengaran akan firman Kristus, pendengaran akan Injil, dan Injil menurut
Paulus di dalam Roma 1:16 adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, oleh karena
itu dengan kata lain dapat di katakan bahwa Injil itu menjadi sumber yang
menggerakkan seseorang untuk percaya dan beriman. Jadi, adakah iman mendahului
pengetahuan atau sebaliknya? Menurut Easton Dictionary bahwa pengetahuan
(knowledege) adalah elemen penting di dalam iman yang tidak dapat dipisahkan:
Knowledge
is an essential element in all faith, and is sometimes spoken of as an
equivalent to faith. Yet the two are distinguished in this respect, that faith
includes in it assent, which is an act of the will in addition to the act of
the understanding. Assent to the truth is of the essence of faith, and the
ultimate ground on which our assent to any revealed truth rests is the veracity
of God.[9]
Imanlah yang memungkinkan manusia untuk
merespon apa yang ia dengar yaitu Firman. Iman di dasarkan pada pendengaran
akan Firman Tuhan.
Elwell memberikan sebuah petunjuk di
dalam Alkitab yang memberikan definisi iman ketika ia merujuk pada nats 2
Kor.4:16-18.[10]
Ia mengambil perkataan penghiburan Rasul Paulus ini sebagai pijakan dasar
pengertian iman yang ada di dalam Perjanjian Baru. Paulus percaya dan meyakini
pada sesuatu yang tidak kelihatan. Inilah iman itu. Nats ini senada dengan yang
dituliskan oleh penulis kitab Ibrani mengenai definisi iman dalam Ibrani 11.
Selain dari pada pengertian di atas,
iman juga dapat diklasifikasikan melalui pengertian dalam ayat-ayat di dalam
Alkitab. Iman menurut Yoh. 11:6 adalah karya luar biasa Allah yang dituntut
dari kita. Roma 10:9 mengatakan bahwa
iman adalah sarana yang dengannya kita diselamatkan. Lukas menggaris bawahi
arti penting dari iman dengan menggunakan satu kata untuk mendeskripsikan orang-oramg Kristen: orang-orang percaya
(Kis.2:44)[11]
sampai saat kebangkitan Kristus orang percaya dijaga oleh kuasa Allah melalui
iman (1Pet. 1:5). Paulus berkata bahwa dalam kehidupan Kristen satu-satunya hal
yang berharga adalah iman yang berkarya melalui kasih.
Perjanjian Baru memuat banyak
informasi mengenai iman, sebagai contoh di dalam PB kata pistein atau pistis
muncul dapat memiliki beberapa arti:
Pisteuiein
memiliki arti (1) berpikir bahwa sesuatu adalah benar (Mat.24:23), atau (2)
menerima pesan Allah yang disampaikan oleh mereka yang ditunjuk oleh Allah
(Kis.24:14). Tetapi yang lebih menonjol adalah (3) menerima Yesus sebagai
Mesias, sumber keselamatan kekal yang ditetapkan secara ilahi (Yoh.3:16).[12]
Sehingga
iman dapat diartikan juga lebih dari sekedar percaya kepada suatu pesan. Oleh
karena itu di dalam mengerti mengenai Iman di dalam PB, perlu di lihat latar
belakang konteks penulisan dan latar belakang Kitab, agar supaya tidak memberi
kesalahan pengertian mengenai iman secara general.
Konsep Iman di Dalam
Kitab Ibrani 11
Penulis Ibrani menuliskan bahwa dia,
dan jemaat yang ditujukan kepada orang Ibrani, walaupun ada banyak kontroversi
mengenai ini tetapi yang jelas adalah kitab ini mengikuti argumentasi menurut
sudut pandang orang Yahudi melalui membandingkan Kristus dengan sistem keimaman
Lewi dan banyak mengutip kutipan PL.[13]
Di dalam Kitab Ibrani konsep mengenai
iman muncul di dalam pasal 11. Pasal 11 menurut beberapa ahli memuat definisi
yang baik mengenai pengertian iman di dalam Alkitab. Dalam tulisan ini, penulis
akan berfokus pada definisi iman yang terdapat pada Ibrani 11: 1 “Iman adalah dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita
lihat.” Penulis Ibrani memberikan dua
petunjuk mengenai definisi iman. (1)
iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan (2) bukti dari segala
sesuatu yang tidak kita lihat. Iman (πιστις)
adalah dasar dan bukti segala sesuatu yang diharapkan dan sesuatu itu tidak
dilihat. Di dalam bahasa Inggris diterjemahkan: “Faith is the assurance of
things hoped for, the conviction, (KJV[14]: the evidence) of things not seen.
Kata faith atau iman di dalam bahasa Yunani adalah pistis (πιστις) sementara LAI memakai kata
“dasar” yang diterjemahkan dari bahasa inggris “assurance” (jaminan) KJV
menerjemahkan dengan “substance”,
sebab akar katanya adalah hupostasis
(hypostatsis: υποστασις) yang
juga di dalam kebanyakan tradisi diterjemahkan dengan kata dasar atau esensia[15] atau
secara literal menurut Expositor Greek Testament merupakan sesuatu yang
menjadi fondasi; yang berada di bawah[16] sehingga
terjemahan dari LAI “dasar” dapat
membantu untuk melihat dan mengerti lebih jelas apa yang dimaksudkan oleh
penulis surat Ibrani.
Berpijak dari pengertian kata hypostasis yang diterjemahkan sebagai
“dasar” ini, maka dapat diberi pengertian bahwa iman merupakan dasar dari
segala sesuatu yang tidak kelihatan atau
menurut Theophylact, imanlah yang memungkinkan orang percaya untuk
memperlakukan secara nyata hal-hal yang tidak kelihatan[17],
atau menurut Wong bahwa iman menurut kata hupostasis adalah dasar yang
berkepastian dari apa yang diharapkan.[18]
Iman bukan berdasar pada apa yang tidak pasti melainkan iman adalah dasar
sekaligus bukti aktif dari apa yang tidak terlihat atau dengan kata lain
bahwa iman itu di samping
mewujudnyatakan apa yang tak dapat dilihat, iman juga merupakan wujud nyata
dari apa yang tidak dapat dilihat itu.[19]
Iman tidak hanya sebagai properti yang abstrak saja, melainkan ia punya bukti
atau ada wujud nyata, wujud kongkritnya.
Namun jadi pertanyaan apa
sesungguhnya yang tidak kelihatan? Edwin Hatch memberikan pengertian sebagai
berikut:
“Faith is the ground of things hoped for, i.e.,
trust in God, or the conviction that God is good and that He will perform His
promises, is the ground for confident hope that the things hoped for will come
to pass.… So trust in God furnishes to the mind which has it a clear proof that
things to which God has testified exist, though they are not visible to the
senses.”[20]
Iman merupakan dasar yang berkepastian sebab
iman memampukan manusia untuk berpegang
pada pengharapan yang tidak kelihatan, dimana pengharapan itu merupakan
keyakinan orang percaya akan janji-janji Allah. Hal ini berhubungan dengan ayat
3, yaitu bahwa karena iman umat Allah mengerti (νοοῦμεν: akar kata
noeo) mengenai Allah sebagai pencipta
dunia. Iman kepada janji Allah merupakan harapan
akan janji Allah atas kehidupan orang percaya.
Jadi pengertian iman di dalam Kitab
Ibrani 11 ini sesungguhnya sedang berbicara mengenai dasar dari kepercayaan
umat Allah untuk menaruh pengharapan yang belum atau tidak kelihatan dan
sekaligus menjadi bukti bahwa ada pengharapan dari sesuatu yang tidak dilihat
yaitu pengharapan yang di dasarkan atas kasih sejati dari Allah. Dan penulis
Ibrani memberikan contoh-contoh, tokoh di dalam Alkitab yang memiliki iman,
artinya bahwa walaupun mereka tidak melihat tetapi mereka menaruh pengharapan
mereka terhadap Allah. Barclay menuliskan bahwa bagi penulis Ibrani iman itu
merupakan kepastian yang mutlak bahwa yang dapat dipercaya itu benar dan yang
diharap itu pasti datang.[21]
Konsep Iman Menurut
Yakobus
Surat Yakobus ditulis oleh seseorang
yang bernama Yakobus Rasul Yesus Kristus. Surat ini ditujukan kepada ke 12 suku
diperantauan (ay.1). walaupun di dalam Perjanjian Baru gereja bukan hanya
orang-orang Yahudi saja melainkan juga bangsa lain[22]
dan beberapa surat-surat ditujukan untuk
bangsa lain juga akan tetapi tujuan surat ini jelas di alamatkan kepada orang
asli Yahudi.[23]
Surat ini ditujukan kepada orang-orang Israel yang berada di diaspora, atau
diperantauan. Hal ini juga dapat dilihat dari penggunaan bahasa oleh Yakobus
yang menyebut mengenai istilah “hukum taurat”, “sinagoge” dan juga
istilah-istilah PL dan metafora Yahudi.[24]
Hal yang lebih mendukung adalah bahwa Yakobus disebut sebagai sokoguru umat
Yahudi.[25]
Surat Yakobus ini ia tuliskan kepada
orang-orang Yahudi yang tidak mengerti mengenai hubungan iman dan perbuatan
baik – sebagaimana tema yang muncul di dalam Yakobus
adalah mengenai iman dan hubungannya dengan perbuatan baik. Oleh karena itu Yakobus memberikan suatu
pengajaran mengenai iman yang benar kepada mereka yang menjadi tujuan penulisan
surat Yakobus ini. Ia peduli terhadap mereka orang-orang yang telah mengaku iman
kepada Kristus, akan tetapi tidak terlihat di dalam kehidupan mereka sebagai
orang yang sudah meneima kebenaran itu, hal ini seperti yang diutarakan oleh
Jenkins, “James had concern for those who
professed faith in Christ but lived lives that did not “justify” their
profession[26]. Jemaat pada saat itu menganut paham
antinomian[27]
yang memahami dengan tidak tepat konsep mengenai iman dan anugerah Allah.
Yakobus memunculkan sebuah konsep
iman di dalam suratnya yang menyatakan bahwa Iman harus disertai dengan
perbuatan, dan Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati.[28]
Hal ini menjadi kontroversi teologis sampai- sampai Marthin Luther menyebut
surat ini sebagai surat sepele[29]
bahkan ada yang menyangka bahwa surat ini menandai kemunduran dalam penyataan
kebenaran ilahi[30]
sebab di bandingkan dengan surat-surat Paulus yang lainnya. Sampai saat ini
sebab pengajaran Yakobus ini seakan bertentangan dengan ajaran Paulus mengenai
iman.[31]
Apa maksud Yakobus mengenai iman
yang mati? Apakah perbuatan menentukan iman itu eksis? Menjawab pertanyaan ini
mungkin harus lebih hati-hati dan melihat konteks penulisan lebih jauh lagi.
Yakobus memberikan keterangan bahwa tidak ada gunanya seseorang yang beriman
tetapi tidak ada perbuatan yang menyertainya, yang ada pada dirinya.[32]
Latar belakang penulisan surat ini,
seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu Yakobus menuliskan ini kepada jemaat
dengan paham antinomianisme sehingga Yakobus menekankan mengenai perbuatan.
Pasal 2:14: “Apakah gunanya,
saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia
tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?”. Ada dua
pertanyaann yang dapat dilihat, (1) apakah untungnya (ophelos: ὄφελος)
orang yang mengatakan ia mempunyai iman tetapi tidak mempunyai perbuatan? (2)
dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jelas di dalam ayat ini Yakobus
menghubungkan iman dengan keselamatan.
Apakah untungnya/gunanya orang yang
mengatakan ia mempunyai iman tetapi tidak mempunyai perbuatan? (ἐὰν πίστιν λέγῃ τις ἔχειν ἔργα δὲ μὴ ἔχῃ;) Penggunaan subjunctive di sini λέγῃ/ ἔχῃ tidak hanya mengimplikasikan sebuah hipotesa – yang mana
di jemaat itu ada yang bertanya seperti itu – melainkan dapat mengindikasikan situasi sesungguhnya
yang terjadi di gereja Yakobus.[33]
Sehingga kasus salah paham ini bagi Yakobus sangat krusial untuk diluruskan
kembali. Ajaran yang seakan bertentangan dengan ajaran Paulus ini menjadi isu
krusial dan juga sangat tidak mungkin bagi gereja Yakobus untuk tidak mengenal
ajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh iman. Apa sesungguhnya maksud Yakobus
mengenai iman di dalam ayat ini? Martin berkomentar demikian:
Paul use “faith” to
denote a confidence in God’s saving act in Christ, who died for our trespasses
and was raised from the dead for our justification (Rom.4:24-25). In a
different context, James – whose view of faith (as necessary for salvation)
does not differ from Paul or any other NT writer – is attacking an
understanding of “faith” that sees it merely as a pious sentiment or an
intellectual acceptance of doctrine.[34]
Seseorang berkata, aku mempunyai
iman, tetapi tidak perbuatan, Yakobus bertanya, apakah iman seperti itu dapat
menyelamatkan? Statement di atas merupkan pertanyaan retorika, ditulis dalam
bentuk pertanyaan sebagai bentuk penekanan. Hal ini terlihat dari bentuk
Yunaninya μὴ δύναται ἡ πίστις σῶσαι αὐτόν; Me dunatai he pistis sosai auton, bentuk negasi me:
μὴ menunjukkan bahwa jawaban yang diharapkan adalah tetap
negatif[35]
yaitu “tidak!” Artinya adalah bahwa iman itu tidak dapat menyelamatkan dia. Yakobus
disini tidak sedang meragukan keunggulan atau keampuhan iman. Akan tetapi iman
seperti apa yang dimaksudkan Yakobus? Yakobus berkata bahwa iman yang dimiliki
olehh si penanya ini bukanlah iman yang sesungguhnya di dalam Yesus Kristus[36],
atau lebih jelasnya Woods menjelaskan demikian:
Note that James
does not deny the effifacy of faith. Under consideration is a special kind of
faith. What kind it is? That which is faith without works. James pick out tis
particular kind of faith and says that it cannot save. Note the use of the
demonstrative that. That what? That faith! What kind of faith is that? The kind
of faith that is without works. What is affirmed of it? It cannot save. What
cannot save? Faith without works. What works? The commandements of the Lord!
This is decisive of the matter in issue. It makes clear the fact that faith,
apart from, and without works, is profitless, barren, vain and dead, all of
which James later affirms (in verses 17, 20, 26)[37]
Perlu
diperhatikan bahwa penggunaan kata di dalam ayat ini: perbuatan baik: Erga/ergon.
Apakah yang dimaksud dengan perbuatan disini? Di dalam konteks ini, perbuatan
yang dimaksud oleh Yakobus harus dibedakan dengan maksud Paulus.
Thus ἔργα is used differently by the two writers. Paul in polemical
contexts view “works” as the keeping of the commandements of the Torah while
James Employs “works” to signify acts of mercy and kindness (2:13, the
fullfiling of the royal law, 2:8).[38]
Jadi dapat dimengerti bahwa
perbuatan yang dimaksud oleh Yakobus dapat dibedakan dengan apa yang
dimaksudkan oleh Paulus. Di satu sisi Paulus berusaha untuk mengatasi kesalahan
pengajaran bahwa keselamatan berdasar iman “plus” perbuatan baik, sementara
disisi lain Yakobus pengajaran mengenai gambaran iman yang salah kaprah di
dalam jemaatnya yang “sudah diselamatkan oleh iman” namun tetap dapat
disesatkan[39]
Jadi Iman menurut Yakobus haruslah
terlihat didalam sebuah bukti sebagaimana yang dinyatakan juga di dalam Ibrani
11 bahwa Iman merupakan bukti dari segala sesuatu yang tidak terlihat. Iman
kepada Yesus Kristus membuahkan perbuatan. Yakobus menekankan perbuatan dari orang
percaya dalam relasi dengan iman.[40]
Kesimpulan
Konsep
Iman di dalam kitab Ibrani berbicara mengenai dasar dan bukti. Iman sebagai
dasar sekaligus sebagai bukti dari segala sesuatu yang diharapkan dan yang
tidak terlihat yaitu pengharapan kepada Allah dan janji-janji-Nya. sementara
Yakobus menekankan iman dalam hubungannya dengan keselamatan yang merupakan
dasar dari segala sesuatu itu dan iman harus mempunyai bukti yang sungguh
menyatakan bahwa seseorang itu telah mempunyai iman yang sejati. Perbuatan
bukan merupakan tambahan melainkan satu dengan iman dan tidak dapat dipisahkan.
Daftar Pustaka
Barclay, William Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Ibrani.
Jakarta; BPK Gunung Mulia, 1995
Baxter, J. Sidlow Menggali Isi Alkitab 4: Roma s/d Wahyu
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012.
Berkhof, Louis Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan, Surabaya: Momentum, 2011
Berkhof,
Louis Theologi Sistematika: Doktrin Allah. Surabaya: Momentum, 2010
Charles C. Ryrie, Biblical Theology of The New Testament.
Chicago: Moody, 1959
Constable,
Thomas Notes on Hebrew. t.p, 2005.
D.
A. Carson, Douglas J. Moo, and Leon Morris, An Introduction To The New
Testament. Grand Rapids: Zondervan, 1992
Easton
Revised Bible Dictionary, SABDA OLB Versi Indonesia.
Elwell, Walter A. ed. Topical Analysis of The Bible. Grand
Rapids, Michigan: Baker Book House, 1991
Enns,
Paul The Moody Handbook Of Theology.
Malang: SAAT, 2005
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini
Jilid I: A-L Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Hadiwijono,
Harun Iman Kristen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1991
Hoekema,
Anthony. Diselamatkan Oleh Anugerah. Surabaya: Momentum, 2010
Jenkins,
C. Ryan “Faith and Works in Paul and James,” Bibliotheca Sacra 159.
t.p., 2002.
Kistemaker, James New Testament Commentary: James and I-III
John. Grand Rapids: Michigan, 1987
Martin, Ralph P. Word Biblical Commentary. Waco, Texas:
Word Books Publisher, 1988
Moo,Douglas J. The Letter of James. Grand Rapids, Michigan: Eerdsman Publishing
Company, 2000
Tafsiran
Alkitab Wycliffe, SABDA (OLB Versi Indonesia)
Wong,
Peter S Injil Yesus Kristus. Jakarta:
Yayasan Kartidaya, 2011
Woods, Guy N. New Testament Commentarry: James. Nashvile: Gospel Advocate
Company, 1991.
http://biblehub.com/commentaries/egt/hebrews/11.htm
[1]Efesus 2:8
[2]Yakobus 2: 17
[3]KBBI
[4]Ensiklopedia Alkitab Masa Kini
Jilid I: A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 431.
[5]Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan
(Surabaya: Momentum, 2012), 181.
[6]Ibid.
[7]Ibid.
[8]Harun Hadiwijono, Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1991), 403.
[9]Easton Revised Bible Dictionary,
SABDA OLB Versi Indonesia.
[10]Lih. Walter A. Elwell, ed. Topical Analysis of The Bible (Grand
Rapids, Michigan: Baker Book House, 1991), 549.
[11]Anthony Hoekema, Diselamatkan Oleh Anugerah (Surabaya:
Momentum, 2010), 176.
[12]Ibid.,, 176
[13]Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology (Malang: SAAT, 2005), 140.
[14]Alkitab King James Version
[15]Louis Berkhof, Theologi Sistematika: Doktrin Allah (Surabaya: Momentum,
2010), 151
[16]
http://biblehub.com/commentaries/egt/hebrews/11.htm
[17]Ibid.
[18]Peter S Wong, Injil Yesus Kristus (Jakarta: Yayasan
Kartidaya, 2011), 242
[19]Ibid.
[20]http://biblehub.com/commentaries/egt/hebrews/11.htm
[21]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Ibrani
(Jakarta; BPK Gunung Mulia, 1995), 172.
[22]Thomas Constable, Notes on Hebrew (t.p., 2005), 2.
[23]D. A. Carson,
Douglas J. Moo, and Leon Morris, An Introduction To The New Testament (Grand
Rapids: Zondervan, 1992), 414-415; C. Ryan Jenkins, “Faith and Works in Paul
and James,” Bibliotheca Sacra 159 (t.p., 2002), 71
[24]Ibid, 415
[25]Gal 2:9.
[26]C. Ryan Jenkins,
“Faith and Works in Paul and James.” Bibliotheca Sacra 159, 15
[27]Ibid, 72
[28] Yak.2:17
[29]Tafsiran Alkitab Wycliffe, SABDA
(OLB Versi Indonesia)
[30]J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 4: Roma s/d Wahyu
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012.
[31] Efe.2:8-10
[32]Yak.2:14
[33]Ralph P. Martin, Word Biblical
Commentary (Waco, Texas: Word Books Publisher, 1988),80
[34]Ibid.
[35]Douglas J. Moo, The Letter of James. (Grand Rapids,
Michigan: Eerdsman Publishing Company, 2000), 122; Guy N Woods, New Testament Commentarry: James
(Nashvile: Gospel Advocate Company, 1991), 132
[36]James Kistemaker, New Testament Commentary: James and I-III
John (Grand Rapids: Michigan, 1987), 88.
[37]Ibid.
[38] Ralph P. Martin, Word Biblical Commentary, 80
[39]Ibid, 81
[40]Charles C. Ryrie, Biblical Theology of The New Testament
(Chicago: Moody, 1959), 140
Komentar
Posting Komentar