Langsung ke konten utama

What is Apologetic?


 

Apologetika
(Sebuah refleksi terhadap pengertian Apologetika: Kelas Apologetika Kontemporer).
            Ketika mendengarkan istilah Apologetika, pemikiran awal saya menuju kepada sebuah  usaha untuk “membela Tuhan” yang dilakukan oleh orang (dalam hal ini orang Kristen) yang merasa  bahwa Tuhan atau Agamanya, atau secara lebih spesifik lagi – imannya di serang oleh pihak yang berseberangan pemahaman imannya. Pemahaman ini bukan tanpa alasan, melainkan pemahaman ini terbangun dari pengalaman saya di dalam membaca buku-buku teologi yang menjadi sumber informasi di dalam saya menulis makalah-makalah Teologia sebagai tugas tiap mata kuliah. Sebagian besar buku-buku, seminar yang saya ikuti dan artikel dan tulisan-tulisan yang saya baca, menuliskan bahwa ketika berbicara mengenai apologetika berarti berbicara mengenai tindakan pembelaan terhadap sesuatu yang kita yakini, atau dalam hal ini iman Kristen, yang mendapatkan serangan-serangan dalam bentuk pertanyaan maupun pernyataan yang menyepelekan bahkan menghina serta menyangkal iman kristen sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak rasional. Sebagai contoh buku dari John Frame seorang teolog reformed barat  membagi natur apologetika  dalam 3 bagian yaitu: pembuktian, dalam hal ini menjelaskan dan menjawab kebenaran Kristen dengan bukti-bukti dan penjelasan rasional melalui sejarah dan IPTEK, kedua Pertahanan atau pembelaan, dalam hal ini membela serta mempertahankan iman kristen atas sanggahan-sanggahan akademisi sekular, lalu yang ketiga adalah penyingkapan. Dalam hal ini ia menyarankan tindakan yang bersifat menyerang balik, ada usaha offend bahkan tindakan offensiv untuk membalas, jika di istilahkan secara kasar, yaitu menyingkapkan kesalahan si penyerang dan membuat ia malu atas kesalahannya.  Jadi berdasarkan pengertian-pengertian itu, maka  saya menyimpulkan   bahwa apologetika ringkasnya adalah sebuah perdebatan “keyakinan” semata dan berujung pada pembuktian siapa yang paling benar.

            Namun apakah pemikiran seperti di atas merupakan pengertian yang komprehensif dan tepat mengenai istilah Apologetika (dalam teologi Kristen)? Sesungguhnya dewasa ini, pengertian seperti ini belum ditinggalkan, namun jika di lihat secara lebih mendalam sebenarnya tidak mengena dengan sasaran apologetika apalagi nanti di kaitkan dalam penerapannya di dalam konteks Indonesia.
            Kalau  kita berangkat dari definisi ini: Apologetika ialah suatu studi [bahkan seni berapologia] mengenai pertanggungjawaban iman Kristen secara sistematis logis kepercayaan dalam menghadapi tantangan-tantangan dan keberatan-keberatan pihak-pihak yang melawan dan meragukan iman Kristen di dalam kehidupan menyeluruh (total) orang Kristen[1].  Melalui definisi ini kita dapat melihat bahwa sesungguhnya berapologetika adalah sebuah pertanggungjawaban iman Kristen. Terhadap tantangan-tantangan, keberatan-keberatan dari luar yang menuntut respon, disitulah Apologetika berfungsi.
            Seiring dengan perjalanan waktu Pengertian dari Apologetika itu sendiri yang ternyata telah direduksi menjadi sebuah pelajaran debat semata, hanya sebatas polemika. Debat pasti mengundang konflik, debat yang melibatkan sebuah kepercayaan yang bersifat internal dan sangat melekat serta tidak dapat dilepaskan dari manusianya. Dalam hal ini konteks di Indonesia “menolak” adanya model apologetika debat sebab dapat memicu sebuah konflik yang bisa berujung pada perlakuan kekerasan yang mengatas namakan penghinaan atau penistaan agama.
            Sebagian besar orang Kristen menerapkan model apologetika seperti di atas di dalam konteks Indonesia, dan hal ini bagi saya pribadi merupakan sesuatu hal yang kurang tepat. Sebab Apologetika dalam konteks Indonesia lebih bersifat responsif (bukan hanya Defend maupun Offend), jadi dalam hal ini Apologetika lebih menekankan kepada respon as a responsibility of faith, bukan di dalam pengertian membuktikan bahwa “ini lebih benar daripada itu” tetapi lebih kepada usaha untuk mengkomunikasikan Iman Kristen terhadap Dunia.
            Jadi, karena Apologetika merupakan sebuah pertanggungjawaban iman Kristen oleh karena itu, sesungguhnya Apologetika merupakan sebuah bagian yang tidak seharusnya ditinggalkan oleh gereja masa kini. Apologetika bukanlah permasalahan polemik, melainkan sebuah respon terhadap sebuah tantangan untuk mengkomunikasikan pandangan-pandangan Kekristenan. Bukanlah permasalahan bela-membela, tetapi kalaupun ada yang dibela, kita hanya membela proposisi di dalam berapologetika, bukan membela Tuhan.
            Perlu di ingat bahwa Apologetika ialah studi, oleh karena itu berapologetika membutuhkan sebuah tuntutan akademis yang memadai. Menjawab sebuah tantangan dari luar yang terkesan hendak meruntuhkan iman kekristenan membutuhkan sebuah jawaban yang baik. Kemampuan untuk mengidentifikasi permasalahan serta pengkajian yang sistematis akan melahirkan respon pembelaan  yang positif, dan bukannya asal jawab. Kesalahan gereja kebanyakan terletak pada keinginan untuk menyerang bahkan membuktikan bahwa si penantang salah dan harus bertobat. inilah yang membuat seringkali usaha Apologetika hanya jatuh ke dalam sebuah polemik yang justru tidak menyelesaikan masalah.
            Jadi sesungguhnya Apologetika adalah penting bagi kekristenan. Menghadapi perkembangan zaman atau permasalahan- permasalahan yang datang secara ekistensial dalam hidup mengharuskan orang-orang Kristen untuk merespon dalam hal ini menyuarakan posisi kekristenan itu sendiri di dalam konteksnya. Tidak hanya berdialog, apalagi hanya sebatas polemik-polemik yang buntu. Menjawab Tantangan zaman adalah sebuah keharusan. Oleh karena itu Apologetika harus menjadi sesuatu yang tidak dapat tidak ada...!!! J




[1] Togardo Siburian, Diktat Kuliah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Di Balik Lagu KJ. 401 "Makin Dekat Tuhan"

Images Source: https://img.discogs.com  Penggubah & Latar Belakang            Tentu sebagian besar kita tidak asing dengan sebuah film romansa yang diangkat dari sebuah kisah  nyata yang terjadi pada tahun 1912 yakni Titanic. Film ini menceritakan tentang  sebuah kapal yang karam disebabkan oleh benturan hebat antara kapal dan gunung es, yang kemudian memakan korban yang tidak sedikit. Adegan demi adegan di dalam film ini mencoba menggambarkan kembali detil setiap kejadian di masa itu sehingga penonton ikut larut dan merasakan betapa peristiwa itu begitu dahsyat nan mengerikan.             Tulisan ini tidak membahas mengenai jalan cerita film di atas, melainkan ada satu yang menarik dalam film karya sutradara kondang James Cameroon ini, yakni adegan di mana grup musik kapal itu tetap memainkan lagu-lagu mereka dengan profesional di tengah kepanikan penumpang yang tengah terancam nyawanya. Salah satunya adalah hymn “ Nearer my God to Thee ” atau di dalam Kidung Jemaat

Elia Nabi Yang Setia

Pendahuluan             Cerita mengenai nabi-nabi di dalam Alkitab barangkali bukan menjadi sesuatu yang asing di telinga orang Kristen. Sejak kecil pengajaran di Sekolah Minggu telah mengajarkan anak-anak mengenai kisah heroik para nabi dalam membawa bangsa Israel dengan segala mukjizat yang dilakukan seperti Musa yang membelah laut merah, atau Yosua dengan tentaranya meruntuhkan tembok Yerikho.             Salah satu ialah Elia, yang merupakan  satu dari sekian banyak nabi yang diceritakan di dalam Alkitab yang menggambarkan bagaimana Allah memakai manusia untuk menjadi “penyambung lidah-Nya” dalam berbicara kepada manusia dan menyatakan kehendak-Nya. Elia merupakan salah satu nabi yang dipakai Allah secara luar biasa untuk berbicara kepada umat Israel bahkan bukan hanya berbicara dalam bentuk peringatan, akan tetapi Elia juga bertindak melakukan nubuat dengan bukti karena keyakinannya terhadap suara Allah dan kehendak Allah. Elia melakukan mujizat-mujizat. Ia tiba-tiba muncul

Paper Allah Tritunggal

PENDAHU LUAN             Tritunggal merupakan suatu istilah populer dalam kekristenan dan merupakan salah satu ajaran fundamental dalam agama Kristen. Doktrin ini lahir dari perumusan bapa-bapa gereja mula-mula dengan presuposisi dasar dalam melihat Alkitab sebagai pengenalan akan Allah yang telah menyatakan diriNya secara khusus melalui Firman-Nya dan bahwa Allah mengkomunikasikan diriNya secara cukup bagi manusia untuk mengenal Allah yang sesungguhhnya sehingga manusia dapat menjadi bijak dan menuntun  menuju keselamatan. [1] Dari pemahaman dasar inilah mereka melihat dan merumuskan bahwa Allah hadir dan menyatakan diriNya  dalam wujud Allah Tritunggal.             Namun dalam perjalanannya tentu saja hasil dari perumusan ini tidak sepenuhnya diterima dengan tangan terbuka oleh sebagian kalangan. Hantaman kritikan dari berbagai teolog-teolog yang kontra dan tidak sejalan dengan pengajaran ini di zamannya berusaha untuk meruntuhkan dan membuat pengajaran baru. Salah satu dianta