Langsung ke konten utama

Paper Allah Tritunggal


PENDAHULUAN
            Tritunggal merupakan suatu istilah populer dalam kekristenan dan merupakan salah satu ajaran fundamental dalam agama Kristen. Doktrin ini lahir dari perumusan bapa-bapa gereja mula-mula dengan presuposisi dasar dalam melihat Alkitab sebagai pengenalan akan Allah yang telah menyatakan diriNya secara khusus melalui Firman-Nya dan bahwa Allah mengkomunikasikan diriNya secara cukup bagi manusia untuk mengenal Allah yang sesungguhhnya sehingga manusia dapat menjadi bijak dan menuntun  menuju keselamatan.[1] Dari pemahaman dasar inilah mereka melihat dan merumuskan bahwa Allah hadir dan menyatakan diriNya  dalam wujud Allah Tritunggal.
            Namun dalam perjalanannya tentu saja hasil dari perumusan ini tidak sepenuhnya diterima dengan tangan terbuka oleh sebagian kalangan. Hantaman kritikan dari berbagai teolog-teolog yang kontra dan tidak sejalan dengan pengajaran ini di zamannya berusaha untuk meruntuhkan dan membuat pengajaran baru. Salah satu diantaranya adalah monarchainisme yang lebih populer dengan istilah modalisme atau Sabellianisme yang menekankan ke-esaan Allah dan kemudian hari ditetapkan oleh konsili Gereja sebagai bidat atau aliran pengajaran sesat.
            Hingga masa kini, perdebatan mengenai doktrin yang benar tentang pribadi Allah ini tetap ada dan bahkan ada di dalam gereja sendiri dan celakanya bahwa banyak dari anggota gereja yang tidak mengerti akan doktrin Tritunggal yang sebenarnya dan terjebak dalam pemahaman yang tidak benar.
 Tulisan ini akan mencoba secara komparatif memaparkan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan Tritunggal ortodoks dan ajaran Monarkhianisme atau Sabellianisme yang di anggap bidat oleh gereja-gereja dari zaman ke zaman ini dalam hubungannya dengan pemahaman akan Allah yang telah menyatakan diriNya dalam Alkitab. Di dalam paper ini Penulis akan mencoba memaparkan perbedaan-perbedaan  antara keduanya agar dapat lebih dimengerti.


A. Pengertian dan Definisi  Tritunggal
Dalam berbicara mengenai Tritunggal, hal pertama yang harus diingat adalah bahwa doktrin ini adalah doktrin yang perlu diterima lebih banyak melalui iman, daripada dengan pikiran[2] walaupun tetap memerlukan logika dan keruntutan berpikir. Doktrin ini merupakan doktrin fundamental dalam kekristenan sehingga menurut Enns, kepercayaan atau ketidakpercayaan pada Tritunggal menandai ortodoksi atau bukan ortodoksi.[3]
Istilah Tritunggal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta Tri berarti tiga dan tunggal berarti satu[4]. Tritunggal mengadopsi kata “Trinitas” dari bahasa latin yang artinya “ketigaan”.[5]Dalam bahasa inggris Trinity atau Triunity dianggap dapat mengekspresikan doktrin ini dengan lebih baik[6] sebab menggambarkan tiga pribadi di dalam satu kesatuan (unity) walaupun menurut beberapa tokoh kata ini tidaklah seekspresif bahasa Belandanya “Drie-eenheid[7] yang pengertiannya hampir mirip dengan Tritunggal (Ind.) atau Bahasa Jermannya “Dreieinigkeit” yang berarti “tiga yang satu[8]. Akan tetapi dari semua istilah-istilah kata ini Boice berkomentar demikian: “One is our difficulties at this point is that we do not have an adequate word in English, or any other languange, to express the nature of the different existence within the Godhead[9]. Namun yang jelas ketika berbicara mengenai Tritunggal berarti berbicara tentang Allah sebagai suatu pribadi; tetapi juga berbicara tentang  tiga  pribadi dalam Allah[10].
Dalam pengkajiannya, beberapa Teolog memberikan definisi praktis yang dapat menolong dalam pemahaman awal dalam mengenal istilah Tritunggal ini:
a)    Menurut Wayne Grudem Allah Tritunggal sendiri dapat didefinisikan sebagai: “God eternaly exists as Three persons, Father, Son, and Holy Spirit, and each person is fully God, and There is one God.[11]
b)   Menurut Milard J Erickson dalam pemaparan mengenai Istilah Tritunggal, harus di pahami dalam 3 pendekatan yang berdasar pada Alkitab, yaitu, “The Oneness of God, The Deity of Three, dan Three-in-Oneness[12]
c)    Paulus Daun mendefinisikan Tritunggal sebagai: Allah itu esa tapi beroknum tiga, yaitu: Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.[13]
Dari beberapa definisi ini teranglah bahwa secara sederhana dapat dikatakan ketika membicarakan Tritunggal berarti membicarakan pribadi-pribadi Allah yang mempunyai perbedaan satu dengan lainnya tetapi mempunyai kesamaan esensi. Hal ini tidak dapat dimengerti dengan konsep matematis perhitungan 1+1+1=3,  sebab itu janganlah memakai konsep tempat dan logika matematika, melainkan menerimanya dengan iman kepercayaan untuk menerima kenyataan lalu menghayati rahasia Allah yang nyata.[14]

B. Tiga Pribadi Yang Berbeda
Dasar Alkitabiah
            Doktrin Tritunggal tentunya bukan hanya sekedar lahir dari pemikiran subjektif semata, melainkan berdasarkan Alkitab. Dalam tradisi Yahudi, Allah di gambarkan dengan penekanan bahwa Allah itu esa, sebab Alkitab – khususnya PL, berkata demikian Ulangan 6:4 “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” bahkan dalam PB pun ada ayat yang serupa, Efesus 4:6 “satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.” .
Kadang orang menganggap bahwa keterangan mengenai Allah Tritunggal ini hanya terdapat dalam Perjanjian Baru, akan tetapi sesungguhnya Perjanjian Lama (PL) berbicara mengenai itu walau tidak secara eksplisit mengatakannya sebab dalam beberapa bagian PL ada memperlihatkan dan bahkan mengindikasikan keberadaan Allah lebih dari satu pribadi[15]. Secara tidak langsung penggunaan nama Allah dalam PL sebagai “Elohim[16] di dalam narasi penciptaan dianggap mewakili doktrin Tritunggal sebab melalui nama ini Allah menyatakan namaNya dalam bentuk Jamak, akan tetapi ini tidak cukup menerangkannya secara lebih mendalam.
Alkitab menyuguhkan begitu banyak catatan yang mengindikasikan bahwa Allah menyatakan diriNya dalam pribadi yang berbeda, seperti Kejadian 1:26: Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita...”; Kejadian 3:22  "... Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, Begitu pun dalam Kejadian 11:7, “Baiklah Kita turun...” dan banyak ayat dalam PL yang mencatat akan “kejamakan” Allah ini.
            Secara lebih terang, di dalam PB seperti Matius 3:16-17 mencatat bahwa ketika Yesus di baptis, Allah Bapa berbicara dari Surga dan Roh Kudus turun dalam bentuk seperti burung merpati. Dalam moment ini dapat dilihat dengan jelas perbedaan antara ketiga pribadi Allah itu dalam melakukan tiga aktifitas yang berbeda: Allah Bapa berbicara dari surga, Allah anak sedang dibaptis, dan Roh Kudus turun dari Surga ke atas Allah Anak. Berikutnya dapat dilihat dari perkataan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu (Yoh.10:30), Amanat Agung Yesus (Mat. 28:19-20), dan menurut beberapa Teolog pernyataan yang paling mewakili doktrin ini terdapat dalam 1Yohanes 5:7 “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.” Dari begitu banyak ayat-ayat yang berbicara mengenai pembedaan pribadi Allah ini maka bapa-bapa Gereja memformulasikan iman mereka pada Allah Tritunggal yang Esa.[17]

 Istilah Pribadi
            Penggunaan kata pribadi dalam menggambarkan Allah Tritunggal ini merupakan hal yang membingungkan bagi sebagian orang dan membuat terjebak pada pemahaman Triteisme. Dalam perkembangannya kata ini terus di pertahankan mengingat tidak ada kata lain yang lebih mendekati kebenaran yang disingkapkan Alkitab tentang Allah[18]. Kata Person (yun:πρόσώπον: “prosopon” ; Lat: Persona) dipakai oleh teolog gereja barat untuk menerangkan “Pribadi Allah”, dan gereja timur  menggunakan kata Hypostasis[19]. Istilah-istilah ini hendak menerangkan bahwa dalam keberadaan Ilahi Allah ada tiga pribadi atau meminjam  istilah Calvin, Subsisten-susbsisten Individual, Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus, oleh karena itu “person” hendaklah dimengerti sebagai pribadi (subsistensi) dari esensi Allah sebagaimana Dabney berkata bahwa “The Infinite Spirit exists as a simple, indivisible substance; but it subsist as three persons”.[20]
            Pada dasarnya istilah substansi dan esensi mempunyai makna yang identik, akan tetapi akibat pengaruh skolastik, melihat kata “Theos” adalah kata benda sehingga dapat dilihat dalam penjabarannya meliputi quid (kebendaan/hakekat) dan qualis (Jati diri) sebagai berikut:
Allah (Neccesary Existence)
          Quid             Esensi             physis (ousia)                 Gradus            Quality                  
                                                                                                                                          (Different)
                                     
                                                Substansia            Hupostasis            Status             Quantity
                                                                                  (Persona)
 



                                                                             (Distinct)                                      Allah Tritunggal

                         Qualis              (Melihat Atribut/Sifat)[21]
            Dari quid melihat  Allah dalam dua pemisahan, esensi dan substansia. Esensi untuk melihat siapa Allah pada hakekatnya (ousia/physis), akan tetapi kualitas materi (bukan materialisme) Allah berbeda (different) secara kualitas sebab Ia “beyond the matter” dan berada diluar ruang dan waktu, hanya saja manusia yang mencoba melihat Allah dari dalam ruang dan waktu, sementara substansi melihat Allah dari sisi persona (person) untuk melihat status atau keberadaan Allah, dari sinilah melihat Allah Tritunggal dari segi kuantitas, dalam posisi yang secara personal beda (distinct) akan tetapi bukan beda secara struktur, sebab Allah Tritunggal – secara status – adalah sama (equal).
            Akan tetapi ini hanya merupakan penegasan dari pembedaan dalam melihat siapa dan apa Allah. Keduanya harus dilihat bersama-sama, bergradus harus dilihat secara status, sebab dari mulanya telah di katakan bahwa Allah adalah simple, tidak terbagi dan tidak dapat dibagi-bagi.

 Tritunggal Ontologis dan Ekonomis
            Keberadaan Ilahi Allah harus dimengerti dalam pengertian bahwa dalam keberadaan Ilahi, hanya ada satu esensi (essentia ousia) yang tidak terbagi dan secara seimbang dimiliki oleh ketiga pribadi. Lebih lanjut di dalam satu esensi ini terdapat pembedaan (distinct) pribadi, yaitu Bapa, Anak, dan Roh kudus adalah berbeda satu dengan hal lainnya. Pembedaan ini menurut para teolog dapat dilihat berdasarkan perbedaan ontologis dan ekonomi.
            Istilah ontologis bermaksud memaparkan bahwa yang mana Allah melakukan dua tindakan yang menghasilkan tingkatan dalam Tritunggal. Para teolog mendeskripsikan tindakan ini melalui pendekatan dalam dua istilah, “generation” and “procession[22] atau lebih tepatnya “diperanakan” dan “dikeluarkan dari”. Ini menunjuk kepada istilah bahwa Allah Bapa sendiri tidak diperanakkan atau Ia mendahului pribadi-pribadi yang lain; Allah Putera secara kekal “diperanakan” oleh Bapa dan Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak (filique) dari kekal sampai kekal. Akan tetapi “hirarki” ini harus dilihat bahwa ini bukan tingkatan untuk menyatakan bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari pribadi lainnya atau lebih dahulu ada dari yang lainnya, melainkan ini merupakan tingkatan logis derivasi[23] dan tidak sama sekali menyiratkan subordinasi seperti yang diajarkan Origenes[24] karena di lihat dari kepemilikan esensi Ilahi. Seperti Berkhof berkata bahwa tingkatan ini harus senantiasa tercermin dalam Opera ad Extra[25](diluar diri Allah) yang lebih tertuju pada pribadi masing-masing. Sekali lagi ditekankan bahwa Ketiganya adalah sama dalam hal esensi (one being).
            Dari pembedaan Ontologis yang telah dibicarakan di atas inilah memudahkan untuk melihat Tritunggal secara ekonomis, atau dapat dikatakan pembedaan ontologis mendasari untuk melihat secara ekonomis.
 Ekonomis disini bermakna bahwa setiap pribadi dari Allah Tritunggal ini mempunyai fungsi masing-masing dalam satu tujuan, jelasnya seperti yang dikatakan Grenz: “ Each of the three Trinitarian members fulfills a specific role in the one divine program”.[26] Artinya masing-masing pribadi mempunyai peranan masing-masing dalam penggenapan karya. Allah Bapa berperan sebagai landasan karya Ilahi akan penciptaan dunia, Anak berperan sebagai pembawa wahyu bagi manusia, dan menjadi bentara dari kehendak Bapa untuk penciptaan dan berperan sebagai penebus umat manusia yang jatuh ke dalam dosa, sementara Roh Kudus merupakan pribadi yang berkuasa melahirbarukan manusia dan menginsafkan manusia akan dosa dan sebagai penghibur, “Penolong” yang lain.

 Ketuhanan Yesus
            Ketuhanan Yesus merupakan hal klasik yang diperdebatkan sejak gereja purba. Hal ini di mungkinkan mengingat natur manusia yang berdosa yang telah kehilangan kemuliaan Allah untuk selalu menolak Dia[27] yang datang untuk menyelamatkan.
            Istilah “Putra” atau “Anak Allah” bagi Yesus bukanlah hanya sebuah gelar kehormatan, tetapi sesungguhnya Alkitab menyatakan  Kristus adalah “Anak Tunggal  Bapa”  (Yoh.1:14,18, Ibr.11:17, 1Yoh 4:9) yang diperanakan dari Bapa. Yoh.1:1 secara eksplisit menyatakan Ketuhanan dari Kristus (pre-existence) dalam kata “Logos”, Yesaya 9:6 dan 1 Tim 3:16 memakai nama Tuhan untuk menunjuk kepada Yesus, Yoh 1:10,Kol 1:16 menyatakan bahwa Yesus Kristus melakukan karya penciptaan, Mat 9:7 menyatakan bahwa Yesus berkuasa mengampuni dosa dan begitu banyak ayat-ayat yang mendukung lainnya.
            Dalam pengajarannya kepada orang-orang, Yesus sering memakai kata “ikut aku”, untuk mengajak mereka kepada Bapa, seperti halnya dalam Matius 19:16-21 dimana Yesus menyatakan bahwa mengikut Dia untuk mendapat harta surgawi. Bagi manusia, cara Yesus ini merupakan sebuah cara yang tidak lazim bagi seorang guru atau nabi pada saat itu, sebab Yesus berani mengklaim dengan Tegas bahwa dialah sumber ilahi. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia biasa. Ini menunjukan bahwa Yesus benar-benar mengetahui kebenaran yang sejati, karena Ia adalah Tuhan. Tentang ini John Frame berpendapat:
No Old Testament prophet ever drew attention to himself in this way claiming to be the source of all divine blessing and the standard of all divine judgement. Godly teachers typically turn attention away from themselves and point people to God. If Jesus is not God, his egocentric teaching is prideful-even blasphemous. Only if he is God is it admirable[28].  

                Pemakaian istilah Anak Allah harus dimengerti dalam arti metafisik dan bukan pengertian etis atau sederhananya seperti analogi anak manusia adalah manusia. Yesus Kristus “Anak Allah” mengandung maksud bahwa Ia adalah Allah. Ia satu esensi dengan Allah (homoousious), sebab di dalam kekekalan melalui tindakan kekal dari Allah Bapa. Kelahiran Pribadi kedua harus dimengerti sebagai kelahiran dari subsistensi pribadi dan bukannya kelahiran esensi ilahi dari Allah Putra[29]sebab ini dapat memberi makna bahwa Allah memperanakan esensiNya sendiri. Kristus bukan dijadikan, Kristus mempunyai esensi Ilahi penuh, sama dan setara dengan Bapa tanpa ada pembagian, pemisahan atau perubahan.

Kepribadian Roh Kudus
            Kepribadian Roh Kudus merupakan masalah yang sama krusialnya ketika mempertanyakan keilahian Yesus Kristus. Istilah Roh Kudus seakan-akan tidak menunjuk kepada pribadi dan hanyalah kuasa semata, dan inilah yang diajarkan oleh kaum Sabelianisme. Alkitab dengan jelas menunjuk kepribadian Roh Kudus. melalui kata ganti ekeinos dalam Yoh. 16:1 untuk menunjuk kepada Roh Kudus. Alkitab juga menulis bahwa ciri-ciri pribadi diberikan kepada Roh Kudus seperti mempunyai pikiran (Rom.8:27), mengenal dan menyelidiki hal-hal tersembunyi (1Kor2:10-11), mengajar orang percaya (1Kor2:13),memberi kesaksian (Yoh 15:26) memerintah dan mengarahkan (Kis 8:29) serta masih banyak ciri-ciri pribadi yang ditujukan bagiNya. Hal lain adalah Roh Kudus juga disebutkan dalam hubunganNya dengan Pribadi-Pribadi Tritunggal yang lain (Mat.28:10-20), dan Roh Kudus dibedakan dari kuasaNya (Luk 4:14). Dan menurut R.L Dabney, pribadi Roh Kudus paling terlihat dari aksi perbuatan dosa melawan Dia. Perbuatan Ananias telah mendustai Roh Kudus, membuat Ananias mati menunjukan bahwa Roh Kudus merupakan Pribadi lain dari Allah dan bukan hanya kuasa semata[30].
            Roh Kudus secara kekal keluar dari Bapa dan Putra dan ini disebut spirasi[31] sejalan dengan klausa bahasa latin Filioque dalam Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel yang didasarkan pada Yohanes 15:26. Spirasi merupakan tindakan kekal Bapa dan Putra dimana mereka menjadi dasar subsistensi pribadi Roh Kudus. Sekali lagi ini bukan menyiratkan subordinasi esensial, sebab selalu dilihat sebagai suatu kesatuan tanpa terbagi.
C. Definisi dan Pengertian Sabbelianisme
            Sabbelianisme biasa juga disebut modalisme. Pengajaran ini merupakan pengejawantahan dari perasaan tidak puas akan doktrin Tritunggal dari seseorang yang bernama Sabellius dari Libya sehingga belakangan lebih dikenal dengan Sabellianisme.  Modalisme dalam bahasa dan istilah lain disebut Patripasianisme (from Latin: patri- "father" and passio "suffering")[32]. Istilah ini hendak menggambarkan bahwa Allah berinkarnasi menjadi Yesus dan menderita di kayu salib, atau dengan kata lain Bapa sendirilah yang mengalami penderitaan melalui media Yesus.
Pengajaran Sabellianisme
Ajaran ini dikembangkan oleh Sabelius yang terkenal dengan pengajaran bahwa : “God was a monad, a single person viewed under three different forms. The three persons were simply face or masks of the one God”.[33] Baginya, ke-Esaan Allah merupakan hal utama, sehingga menurut Sabellius Allah disebut Bapa pada saat Ia mencipta alam semesta, disebut Anak pada saat inkarnasi dan sebagai Roh kudus ketika ia berperan sebagai penghibur, penuntun.
            Pengajaran ini dikenal juga mengajarkan bahwa Kristus bukan pribadi Allah dan melihat inkarnasi sebagai bentuk keberadaan atau manifestasi dari Bapa ini didasarkan pada penafsiran perkataan Yesus dalam Yoh. 14:28: “...Sebab Bapa lebih besar daripada Aku”. Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga bentuk (Schemata) keilahian semata.[34] Bapa adalah Allah, Anak – walaupun disebut “Tuhan”[35], hanyalah “manusia suci” yang dipakai Bapa, dan Roh Kudus sebagai sebuah kuasa. Yesus Kristus dipandang bukanlah Allah sebab mereka beranggapan bahwa Allah itu tidak nampak dipandangan mata (Yoh 1:18; 5:37), Allah tidak berubah (Maleakhi 3:6), dan Allah adalah Roh (Yoh.4:24). Kaum ini hanya melihat Tritunggal secara sebagian, menyatakan dan menekankan fungsi dari Allah tanpa melihatnya juga dari Tritunggal ontologis.
            Sabellianisme tidak puas dengan pernyataan bahwa Yesus adalah pribadi yang lain dari Allah, ini sesuai dengan pernyataan seorang penganut Sabellianisme di Indonesia dalam bukunya mengatakan :”Yesus dinilai adalah seorang manusia anak manusia, yang bersifat ilahi, yaitu seorang yang membawa kuasa Allah, dengan kata lain bahwa Yesus adalah seorang manusia Ilahiyat”.[36] Ini tidak sesuai dengan pengajaran ortodoks yang di formulasikan oleh bapa-bapa gereja dalam melihat Alkitab sebagai wahyu Allah secara keseluruhan dalam melihat keberadaan Allah Tritunggal.
Dalam ajarannya, Sabellianisme sering memakai analogi untuk menggambarkan Tritunggal.  Seringkali mereka menggambarkan Tritunggal itu seperti Matahari, yang ada sinarnya, dan ada panasnya. Berikut analogi yang sering diutarakan adalah Tritunggal itu seperti air, es dan uap; atau Harumnya bunga, bentuknya, dan warnanya, dan yang paling familiar adalah analogi seorang bapa, seorang sopir dan seorang direktur dengan penjelasan; ketika di rumah, maka ia adalah seorang bapa; ketika mengendarai mobil, maka ia adalah seorang sopir; dan pada saat berada di kantor, ia adalah seorang direktur.  Dari semua analogi ini tidak ada satupun yang tepat dan benar sebab ini hanya membedakan peran dari satu esensi Tunggal.[37]
Menurut Penulis, dalam menjelaskan mengenai Allah, seharusnya tidak ada satupun analogi yang memadai yang dapat diutarakan untuk mendeskripsikan Allah Tritunggal secara sempurna, sebab antara Allah dan manusia terdapat distingsi yang sangat lebar yaitu kesenjangan pikiran antara Allah dan manusia yang membuat manusia dapat mengenal Allah tetapi tidak dapat terpahami keseluruhan. Namun kelihatanya, penalaran rasional sabelianisme ini menunjukan bahwa keinginan manusia untuk memenuhi hasrat yang tidak terpuaskan, bahkan dalam mencari akan Allah sekalipun manusia berusaha menyalurkan hasrat keingintahuannya. Menyederhanakan Allah yang tidak terbatas bukan hal yang bijak. Dalam hal ini, Iman dikesampingkan dan dikalahkan dengan tuntutan pemuasan rasio.
Tabel Perbedaan
Tritunggal
Sabellianisme
Bapa Adalah Allah
Bapa Adalah Allah
Yesus Kristus adalah
Pribadi kedua Allah
Yesus Kristus Penjelmaan Bapa
Roh Kudus adalah
pribadi ketiga Allah
Roh Kudus adalah kuasa Allah
Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga Pribadi Allah, dalam Satu substansi yang sama
Yesus dan Roh Kudus
Merupakan manifestasi/ peranan Bapa
Allah itu Esa dan hadir
dalam tiga pribadi
Allah itu Esa dan hadir
Tiga peranan
Tritunggal secara
Ontologis dan Ekonomis
Tritunggal secara ekonomis
(namun hanya diperankan 1 pribadi)
Tidak ada analogi
Yang tepat mendeskripsikan Tritunggal
Banyak memakai analogi
Seperti; Matahari,sinar,dan panasnya, dan lain-lain.

Kesimpulan
Tritunggal sesungguhnya ialah sebuah misteri Allah, sebab pengenalan akan Allah Tritunggal bukanlah pengenalan rasional melainkan pengenalan iman yang lahir dari pengalaman tak terhindarkan dengan kebenaran-kebenaran Alkitab. Namun ini tidak berarti bahwa manusia tidak bisa mengenal Allah, sebab Ia telah menyatakan diriNya kepada manusia melalui Alkitab. Doktrin Tritunggal yang ortodoks mengajarkan bahwa di dalam menalar Allah, manusia harus menundukan diri dibawah iman. Sebab Allah yang tidak terbatas itu, tidak bisa di pahami sepenuhnya oleh pemikiran manusia yang terbatas. Allah adalah pencipta, dan manusia adalah ciptaan. Doktrin Tritunggal menuntut kita untuk setia pada wahyu ilahi yang menyatakan bahwa dalam satu pengertian Allah adalah Esa dan dalam pengertian lain Dia adalah tiga,[38]  Sementara pemikiran Sabbelianisme berusaha untuk menggambarkan Allah yang  bisa diterima oleh akal. Akan tetapi sesungguhnya mereka telah salah kaprah di dalam mengenal Allah yang Esa itu. Mereka telah melupakan bahwa sesungguhnya ada hal yang tetap menjadi misteri bagi manusia dan hanya Allah yang mengetahuinya.

DAFTAR PUSTAKA

Ambrie, Hambran Gema Nehemia: Koreksi Iman Kristiani dan Adu Argumentasi. Jakarta: Christian Centre Nehemia, 1990.
Ambrie, Hambran. Gema Nehemia: Keilahian Yesus Kristus dan Allah Tritunggal Yang Esa Jakarta: Christian Centre Nehemia, 1990.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika: Doktrin Allah. Surabaya: Momentum, 2011.
Bloesch, Donald G. God The Almighty: Power, Wisdom, Holiness, Love. Carlisle: The Paternoster Press, 1995.
Boice, James Montgomery. Foundations of The Christian Faith: A Comprehensive & Readable Theology. Illinois: Inter-Varsity Press, 1986.
Chung, Sung Wook. Belajar Teologi Sistematika Dengan Mudah. Bandung: Visi, 2011.
Dabney, R.L. Systematic Theology. St.Louis: Presbyterian Publishing Company, 1985.
Daun, Paulus. Bidat Kristen Dari Masa ke Masa. Manado: Yayasan Daun Familly, 1997.
Enns, Paul. The Moody Handbook of Theology. Malang: Literatur SAAT, 2008.
Erickson, Millard J. Christian Theology. Grand Rapids: Baker Book House, 1986.
Frame, John M. The Doctrine of God. New Jersey: P&R Publishing, 2005.
Grenz, Stanley J. Theology For The Community of God. Grand Rapids: Eerdsman Publishing, 1994.
Grudem, Wayne. Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine. Grand Rapids: Inter-Varsity Press, 1994.
Herlianto, Siapakah Yang Bernama Allah itu? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Packer, J.I, Knowing God. Yogyakarta: ANDI, 2002.
Ryrie,  Charles C. A Survey of Bible Doctrine. Chicago: Moody Press 1972.
Siburian, Togardo. Diktat Kuliah Doktrin Allah. Bandung: STTB, 2012
Sproul, R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Malang: Literatur SAAT, 2005.
Susabda, Yakub. Mengenal dan Bergaul Dengan Allah. Batam: Gospel Press, 2002.
Til, Cornelis Van. Pengantar Theologi Sistematik: Prolegomena dan Doktrin Wahyu, Alkitab, dan Allah edited by William Edgar. Surabaya: Momentum, 2010.
Tong, Stephen. Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Surabaya: Momentum, 2004.
Wongso, Peter. Dasar Iman Kepercayaan Kristen.  Malang: SAAT, 1993.
http://en.wikipedia.org/wiki/Patripassianism.




[1]J.I. Packer, Knowing God (Yogyakarta: ANDI, 2002), 6.
[2]Sung Wook Chung, Belajar Teologi Sistematika Dengan Mudah (Bandung: Visi, 2011), 38.
[3]Paul Enns, The Moody Handbook of Theology (Malang: Literatur SAAT, 2008), 243.
[4]Togardo Siburian, Diktat Kuliah Doktrin Allah (Bandung: STTB, 2012)
[5]Yakub Susabda, Mengenal dan Bergaul Dengan Allah (Batam: Gospel Press, 2002), 201.
[6]Charles C. Ryrie, A Survey of Bible Doctrine (Chicago: Moody Press 1972), 30.
[7]Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 2011), 145.
[8]Paul Enns, The Moody..., 243
[9]James Montgomery Boice, Foundations of The Christian Faith: A Comprehensive & Readable Theology (Illinois: Inter-Varsity Press, 1986), 111
[10]Cornelis Van Til, Pengantar Theologi Sistematik: Prolegomena dan Doktrin Wahyu, Alkitab, dan Allah ed. William Edgar (Surabaya: Momentum, 2010), 399.
[11]Wayne Grudem, Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine (Grand Rapids: Inter-Varsity Press, 1994), 226.
[12]Lih. Millard J. Erickson, Christian Theology (Grand Rapids: Baker Book House, 1986), 323.
[13]Paulus Daun, Bidat Kristen Dari Masa ke Masa (Manado: Yayasan Daun Familly, 1997), 43.
[14]Peter Wongso, Dasar Iman Kepercayaan Kristen (Malang: SAAT, 1993), 11.
[15]Wayne Grudem, Systematic Theology..., 226.
[16]Herlianto, Siapakah Yang Bernama Allah itu? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 16.
[17]Yakub Susabda, Mengenal dan Bergaul Dengan Allah, 202.
[18]Ibid., 204.

[19]Akan tetapi kata ini, menurut catatan beberapa tokoh bisa menyesatkan sebab dalam perkembangannya kata hipostasis/hupostasis (ύπόστασις) dipakai untuk mengartikan Esensi (ousia) atau juga substansia. Pemakaian kata “subsisten” untuk menghindari kesalahan pengertian dari perdebatan istilah hupostasis yang terkadang dipakai untuk menerangkan dua kata diatas.; Louis Berkhof, Theologi Sistematika, 151.; R.L.Dabney, Systematic Theology (St.Louis: Presbyterian Publishing Company, 1985),174.
[20]Ibid, 175.
[21]Atribut Allah dibahas dalam tema tersendiri dalam Teologi Proper, tabel diatas bermaksud menerangkan keberadaan Allah dilihat dari segi Quid untuk melihat Allah Tritunggal.
[22]Stanley J. Grenz, Theology For The Community of God (Grand Rapids: Eerdsman Publishing, 1994), 67.
[23]Louis Berkhof, Teologi Sistematika..., 155.
[24]Origenes adalah salah satu bapa gereja yang mengajarkan bahwa Allah Bapa memiliki natur yang lebih tinggi daripada Allah Anak dan Allah Roh Kudus dan Anak lebih tinggi dari Roh Kudus, pengajaran ini dikenal dengan istilah Subordinasionisme.
[25]Ibid.
[26]Stanley J Grenz, Theology for Community..., 67.
[27]Bdk. Yakub Susabda, Mengenal dan Bergaul..., 206.
[28]John M Frame, The Doctrine of God (New Jersey: P&R Publishing, 2005), 648.
[29]Louis Berkhof, Teologi Sistematika..., 164.
[30]R.L Dabney, Systematic Theology, 175.
[31]Ibid.,170.
[32]http://en.wikipedia.org/wiki/Patripassianism
[33]Donald G Bloesch, God The Almighty: Power, Wisdom, Holiness, Love. (Carlisle: The Paternoster Press, 1995), 173
[34]R.L. Dabney, Systematic Theology, 176
[35]Disini dibedakan antara kata “Allah” dan “Tuhan”. Bagi penganut Sabellianisme, Allah, ialah pribadi sang pencipta semesta Alam, alkhalik, yang dianalogikan “Bapa” sementara, kata “Tuhan” dalam Alkitab yang menunjuk pada Yesus, dipakai hanya menunjukan sebagai predikat Yesus; Yesus diangkat Allah menjadi “Tuhan” dan “Kristus”; “TUHAN” ialah fungsionil Allah, atau Qudrat-kuasa Allah.;Lih. Hambran Ambrie, Gema Nehemia: Koreksi Iman Kristiani dan Adu Argumentasi (Jakarta: Christian Centre Nehemia, 1990),22.
[36]Hambran Ambrie, Gema Nehemia: Keilahian Yesus Kristus dan Allah Tritunggal Yang Esa (Jakarta: Christian Centre Nehemia, 1990),17
[37]Stephen Tong, Yesus Kristus Juruselamat Dunia (Surabaya: Momentum,2004), 170.
[38]R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen (Malang: Literatur SAAT, 2005), 44.

Komentar

  1. "שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. ואהבתא את יהוה אלהיך בכל לבבך ובכל נפשך ובכל מאדך ואהבתא לרעך כמוך. "
    👆👇
    " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad. V'ahavta et YHWH ( Adonai ) Eloheikha bekol levavkha uvkol nafsheka uvkol meodekha v'ahavta lereakha kamokha. "
    👆👇
    " Dengarlah, hai Israel: YHWH ( Adonai ) Elohim kita: YHWH ( Adonai ) itu satu. Dan kasihilah YHWH ( Adonai ) Elohimmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. "
    ( Ulangan 6 ayat 4 - 5, Imamat 19 ayat 18, Markus 12 ayat 29 - 31 )
    🕎✡🐟✝🕊🇮🇱

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Di Balik Lagu KJ. 401 "Makin Dekat Tuhan"

Images Source: https://img.discogs.com  Penggubah & Latar Belakang            Tentu sebagian besar kita tidak asing dengan sebuah film romansa yang diangkat dari sebuah kisah  nyata yang terjadi pada tahun 1912 yakni Titanic. Film ini menceritakan tentang  sebuah kapal yang karam disebabkan oleh benturan hebat antara kapal dan gunung es, yang kemudian memakan korban yang tidak sedikit. Adegan demi adegan di dalam film ini mencoba menggambarkan kembali detil setiap kejadian di masa itu sehingga penonton ikut larut dan merasakan betapa peristiwa itu begitu dahsyat nan mengerikan.             Tulisan ini tidak membahas mengenai jalan cerita film di atas, melainkan ada satu yang menarik dalam film karya sutradara kondang James Cameroon ini, yakni adegan di mana grup musik kapal itu tetap memainkan lagu-lagu mereka dengan profesional di tengah kepanikan penumpang yang tengah terancam nyawanya. Salah satunya adalah hymn “ Nearer my God to Thee ” atau di dalam Kidung Jemaat

Elia Nabi Yang Setia

Pendahuluan             Cerita mengenai nabi-nabi di dalam Alkitab barangkali bukan menjadi sesuatu yang asing di telinga orang Kristen. Sejak kecil pengajaran di Sekolah Minggu telah mengajarkan anak-anak mengenai kisah heroik para nabi dalam membawa bangsa Israel dengan segala mukjizat yang dilakukan seperti Musa yang membelah laut merah, atau Yosua dengan tentaranya meruntuhkan tembok Yerikho.             Salah satu ialah Elia, yang merupakan  satu dari sekian banyak nabi yang diceritakan di dalam Alkitab yang menggambarkan bagaimana Allah memakai manusia untuk menjadi “penyambung lidah-Nya” dalam berbicara kepada manusia dan menyatakan kehendak-Nya. Elia merupakan salah satu nabi yang dipakai Allah secara luar biasa untuk berbicara kepada umat Israel bahkan bukan hanya berbicara dalam bentuk peringatan, akan tetapi Elia juga bertindak melakukan nubuat dengan bukti karena keyakinannya terhadap suara Allah dan kehendak Allah. Elia melakukan mujizat-mujizat. Ia tiba-tiba muncul