Langsung ke konten utama

Hubungan Umat Beragama Bangsa Indonesia khususnya Hubungan Islam dan Kristen



PENDAHULUAN
            Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal ini terbukti dari banyaknya agama yang ada di Indonesia. Kemajemukan ini merupakan satu ciri unik Negara Indonesia di mata dunia Internasional. Dengan falsafah “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda tetapi tetap satu menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Indonesia merupakan negeri serba pluralistis. Bukan hanya dari suku, budaya, bahasa, tetapi juga dari agama-agama yang ada. Negara Indonesia mengakui beberapa agama antara lain: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha (termasuk Kong Hu Chu).
            Kepelbagaian yang dianut oleh masyarakat Indonesia tidak dengan sendirinya buruk. Sudah merupakan tradisi bahwa sejak dulu, orang-orang Indonesia menganut sikap toleransi dan tenggang rasa dalam kehidupan beragama, hal ini dibuktikan dengan bukti-bukti sejarah yang membuktikan adanya sikap toleransi tersebut. salah satunya adalah peninggalan candi-candi. Candi Borobudur, Prambanan, dan lainnya tidak saja memperlihatkan bahwa pembuatnya adalah seorang pengikut Budha yang taat, tetapi sekaligus memperlihatkan jejak-jejak penghormatan kepada Hindu, khususnya Syiwa. Namun, akhir-akhir ini sangat sulit menemukan bahwa nilai-nilai itu masih dipegang teguh oleh rakyat Indonesia sendiri.
            Dalam tinjauan ini, kita akan melihat hubungan antar umat beragama, khususnya antara dua agama besar yang ada di Indonesia yaitu agama Islam dan Agama Kristen, dalam sejarah perjalanan kedua agama ini di bangsa Indonesia, serta hubungan dalam relasi sosial di masyarakat yang sejak lama telah menunjukan ketidakharmonisan dalam berhubungan antar sesama umat . Ketika Islam memasuki Indonesia yang dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat, mereka berhasil mencapai rakyat dan menanamkan pengaruhnya pada seluruh lapisan masyarakat sehingga menjadi agama sebagian besar rakyat Indonesia pada waktu itu. dari sanalah lahir kerajaan-kerajaan Islam, seperti Kerajaan Demak yang muncul di tengah-tengah kerapuhan Kerajaan Majapahit. Dari Demak, beralih sampai ke Mataram sampai Islam menyebar ke pelosok Nusantara.
            Di tengah-tengah proses islamisasi sedang berlangsung, datanglah orang-orang Eropa yang serta-merta membawa ajaran Kristiani sebagai salah satu misi dari kedatangan mereka, menjadikan agama Kristen bertumbuh di daerah-daerah tertentu di tanah air. Kehidupan bersama dalam perbeaan agama ini dijalani dari masa ke masa. Islam dengan penekanan kerukunan umat dan Kristen yang menjunjung tinggi “hukum kasih” menjadikan masyarakat Indonesia hidup di dalam toleransi yang tinggi. Tetapi sikap toleransi dan tenggang rasa itu dapat saja berubah menjadi saling curiga bahkan konflik, ketika agama dirasuki unsur lain yang dalam banyak hal bertentangan dengan misi agama itu. dalam kaitan dengan hal ini agama dijadikan tameng dan diperalat oleh golongan-golongan tertentu untuk mendapat kekuasaan ataupun kepentingan lain yang ingin menjadikan negara Indonesia sebagai negara berbasis agama. Akibatnya toleransi sudah menjadi hal yang ditinggalkan, sehingga menimbulkan sikap-sikap tidak terbuka dan saling membenci yang telah terjadi pada Indonesia dewasa ini. bagaimana tanggung jawab kita alam menyikapi persoalan ini, khususnya kita melihat hubungan antara Islam-Kristen yang akhir-akhir ini berpolemik. Penindasan terhadap kaum minoritas yang sesungguhnya adalah warga negara yang berhak untuk mendapatkan perlakuan adil dari negara, karena di dalam Pancasila sendiri tidak ada kaum minoritas dan mayoritas, semua adalah sama. Pancasila berasal dan berakar dari kebudayaan asli Indonesia yaitu sifat religius yang kuat dan budaya yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan, di dalam tindakan gotong-royong maupun di dalam pengambilan keputusan atau musyawarah untuk mufakat dengan tujuan menjaga serta memelihara keserasian hubungan di dalam kelompok maupun dengan kelompok lain serta lingkungan hidupnya.[1] Inilah nilai-nilai yang sudah mulai tergerus oleh banjirnya kepentingan-kepentingan yang tidak bertanggung jawab dari beberapa oknum sebagai warga negara yang tidak bertanggung jawab.



I. INDONESIA DAN PANCASILA
Republik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari ±13.487 pulau, oleh karena itu disebut dengan sebutan “Nusantara”. Kemajemukan dalam  suku dan budaya di masing-masing daerah menjadikan Indonesia sebagai negara pluralistis. Hasil kekayaan alam yang melimpah membuat bangsa-bangsa dari Eropa menjadikan Indonesia  sebagai tujuan dari kepentingan dagang mereka. Portugis, Inggris, Belanda, merupakan negara-negara Eropa yang pernah singgah di negara ini. Selama 350 tahun  Indonesia dijajah oleh kolonialisme Belanda, hingga pada bulan Agustus 1945 Indonesia mengalami kemerdekaan. Salah seorang tokoh yang sangat penting dalam kemerdekaan ialah Soekarno, yang juga seorang pejuang akan lahirnya Pancasila, sekaligus Presiden pertama Bangsa Indonesia yang pada waktu itu membentuk panitia kecil kemerdekaan Indonesia, untuk merumuskan Dasar kenegaraan yang merupakan paham dan azas hidup masyarakat kelak. Setelah melalui berbagai perbaikan dan perombakan, maka lahirlah 5 butir (sila) yang kita sebut dengan Pancasila.
Pancasila lahir karena memang merupakan akar dari kebudayaan Indonesia sendiri, yang mampu merangkul semua kelompok dan memberi ruang kepada semua golongan dengan segala keaneka-ragaman. Namun, bukan berarti Pancasila lahir tanpa hambatan. Secara historis, pernah ada usaha alternatif  yang lain untuk menjadi dasar negara Republik Indonesia yaitu kaum Fundamentalis Islam. Agama islam sendiri merupakan agama yang paling besar di Indonesia. Beberapa kali kaum fanatisme Islam ingin merubah dan menggantikan Pancasila dengan hukum Islam, tetapi hal ini masih saja belum busa berhasil hingga saat ini. ini merupakan satu pemicu aktif bagi ketidakharmonisan antara agama-agama di Indonesia, salah satunya Kristen.  Kaum Kristen menganggap bahwa hanya Pancasila yang dapat tetap menjaga kemurnian dari Demokrasi kenegaraan. Kekristenan melihat keunggulan Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah bukan dilihat dari pancasila sebagai konsep teoritis dan filosofis saja melainkan juga sebagai “senjata” untuk menghadapi persoalan-persoalan kongkrit, sejauh mana ia mampu untuk mempertahankan baik ke“bhineka”an maupun ke“tunggal”an Indonesia di dalam suatu dialog karya yang terus menerus guna membangun suatu masa depan bersama dengan masing-masing bertolak dari kepercayaan dan keyakinannya.[2]

II. LATAR BELAKANG DAN SEJARAH ISLAM INDONESIA
Pada abad ke-13 merupakan awal masuknya Islam di Indonesia. Melalui pedagang-pedagang dari Arab dan pedagang-pedagang Gujarat India. Seperti halnya penyebaran agama Hindu dan Budha, kaum pedagang memegang peranan penting di dalam proses penyebaran agama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam dan lama-kelamaan penganut Islam semakin meluas. Di samping mereka menyiarkan agama, para pedagang ini ada yang menikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak Islam. Hal ini berlangsung terus-meneus dan akhirnya muncul sebuah komunitas islam, yang setelah kuat lalu membentuk sebuah pemerintahan Islam. Dari sinilah cikal bakal kelahiran kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Selain dari pada pedagang, Islam juga disiarkan oleh para Mubaligh yang datang untuk menyiarkan misi agamanya. Di pulau Jawa,  penyebaran Islam dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali. Wali adalah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah, dan para Wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat Sultan. Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar “Sunan” yang artinya di junjung tinggi. Kesembilan Wali tersebut adalah :
·         Sunan Gresik, Wali pertama yang datang di pulau Jawa pada abad ke-13.
·         Sunan Ampel atau Raden Rahmat yang adalah perancang Masjid Demak.
·         Sunan Drajat anak dari Sunan Ampel dikenal sangat berjiwa sosial.
·         Sunan Bonang, anak Sunan Ampel  terkenal dengan kebijaksanaan.
·         Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang yang adalah seorang filsuf dan pujangga.
·         Sunan Giri, menyiarkan Islam di luar Jawa (Madura, Nusa Tenggara, Maluku).
·         Sunan Kudus yang adalah ahli bangunan dan seorang Arsitek handal.
·         Sunan Muria yang sangat dekat dengan rakyat jelata.
·         Sunan Gunung Jati yang menyiakan agama Islam di daerah Banten.
Oleh karena kesembilan  Wali inilah sehingga perkembangan Islam di Indonesia menjadi begitu pesat. Misi mereka ke pelosok Nusantara, keluar pulau Jawa yang menjadikan Islam menjadi agama terbesar di negeri ini. Di tengah-tengah proses peng”islaman” Indonesia inilah datang suatu interupsi, yakni sejarah kedatangan para pedagang barat yang datang ke Indonesia yang menjadi penguasa secara politik dan menguasai masyarakat pribumi sehingga menimbulkan ketegangan besar di Indonesia kala itu. Indonesia yang saat itu beridentitaskan Islam sebagai agama Negara, justru di pengaruhi dan dimasuki oleh budaya barat yang membawa serta misi untuk meng”kristen”kan rakyat pribumi. Kekuasaan Belanda dianggap musuh besar bagi islam sehingga Belanda mendapat perlawanan yang keras dari rakyat dan kerajaan-kerajaan Islam. Ketika injil diberitakan di Nusantara, umat Islam bereaksi keras dan Belanda dipandang sedang mengadakan “kerstening politic” atau politik yang menunjang Kristenisasi di Indonesia.[3] Dari sinilah umat Islam menganggap bahwa Kristen adalah agama penjajah, yaitu musuh yang tidak boleh dikompromi. Presuposisi yang salah ini masih terbawa sampai dengan sekarang ini membuat umat muslim Indonesia menganggap bahwa Kristen adalah musuh mereka. beberapa kali Indonesia menghadapi kelompok-kelompok Islam radikal yang ingin mengubah dan menggantikan Pancasila dengan ajaran Islam. Sebut saja Kahar Muzakar dengan Darul Islam-nya (DI) yang sempat memproklamasikan negara Islam, namun akhirnya ditangkap dan ditembak mati pada tahun 1962. Sampai saat ini, usaha-usaha kaum fundamentalis Islam yang ingin menghilangkan Pancasila itu belum padam. Berbagai usaha mereka lakukan sebagai perjuangan untuk menjadikan negara Indonesia menjadi negara yang berazaskan keislaman. Hal ini membuat suatu jarak yang lebar antara Islam dan Kristen di tanah air, disusul serangkaian aksi terrorisme, pengrusakan rumah-rumah ibadah serta penindasan-penindasan umat kristiani untuk melaksanakan hak sebagai warga negara.

III. LATAR BELAKANG DAN SEJARAH KRISTEN INDONESIA
Agama Kristen hadir di Indonesia melalui orang-orang Eropa yang terhimpun dalam Verenidge Oost Indische Companieg (VOC), yaitu pedagang-pedagang Belanda yang datang ke Indonesia dengan motto 3G (Gold, Glory, and Gospel).
            Pada hakekatnya VOC adalah badan perdagangan namun tidak dapat disangkali bahwa ia juga merupakan “pemerintah Kristen” yang mempunyai kekuasaan politik seperti mengatur uang, mengadakan senjata dan merekrut tentara. VOC mempunyai kewajiban agama karena diwajibkan oleh pemerintah Belanda, sehingga rakyat Indonesia diajarkan tentang nilai-nilai kekristenan. Namun tentu saja cara-cara VOC untuk menyebarkan agama Kristen itu bukan tanpa hambatan, karena rakyat sendiri pun yang pada waktu itu sudah beragama Islam ikut memberontak. Sebelumnya bangsa Portugis juga telah menyiarkan agama Katholik di Indonesia, terutama di daerah Ambon (sekarang Maluku), namun ketika VOC datang ke Indonesia dan merebut kekuasaan Portugis di Ambon sehingga pada waktu itu orang-orang Katolik di paksa untuk menjadi Protestan sesuai dengan agama Belanda.
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik yang telah terlebih dahulu ada, dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama Kristen berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.  Selain VOC ada pula penyebaran agama Kristen oleh orang awam biasa yang sama sekali lepas dari VOC, Pemerintah Hindia-Belanda, maupun kelompok misi pekabaran injil. Contohnya seperti yang dilakukan oleh seorang yang bernama Johanes Emde di daerah Surabaya dan seorang pemilik perkebunan bernama Tuan Coolen di Ngoro Jawa Timur, yang menjadi cikal bakal berdirinya Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), dan masih ada orang-orang lain yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di Indonesia. Kristen menjadi satu agama yang dianut oleh rakyat di beberapa daerah seperti Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Maluku.

IV. HUBUNGAN ISLAM DAN KRISTEN
Ada beban sejarah yang dipikul baik oleh umat Islam maupun umat Kristen. Walaupun pada zaman kolonial pemerintah Belanda lama sekali mengambil sikap netral terhadap agama-agama, namun dengan diterapkannya kebijakan dan politis etis pada awal abad ke-20, di bawah Gubernur Jenderal Idenburg, terdapat kecenderungan untuk lebih memberi peluang kepada umat Kristen khususnya di daerah-daerah tertentu. Tentu saja ini menyebabkan kecemburuan  umat Islam terhadap umat Kristen yang hingga kini menjadi beban  historis. Latar belakang historis ini telah mengakibatkan kendala-kendala sosiologis dan psikologis dalam hubungan antar umat Islam dan umat Kristen di Indonesia. Yaitu orang-orang muslim menyatakan bahwa agama Kristen adalah agama barat dan Kristen adalah agama penjajah, serta orang-orang Kristen dianggap sebagai “kaki-tangan” dari Penjajah Belanda, atau pro Belanda, Imperialisme dan Kolonialisme. Celakanya adalah bahwa ada orang-orang Kristen yang memang menunjukan  gaya hidup Barat sebagai “kiblat” dari lifestyle kehidupannya.  Sebaliknya, orang-orang Kristen memandang agama Islam sebagai agama dengan budaya Arab, sehingga orang muslim dianggap sebagai “plagiat” Arab dengan gaya hidup yang “ke Arab-araban”. Selain itu citra muslim dirusak oleh kaum muslim garis keras, yang akhir-akhir ini melakukan aksi teroris di negara Indonesia yang menyerukan motto: Anti Kekafiran budaya barat, dalam hal ini muslim menganggap bahwa orang-orang Kristen sebagai orang kafir yang menganut paham dan agama yang sama dengan orang-orang Barat, di tambah lagi dengan aksi-aksi Ormas-Ormas Islam yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat dalam penanggulangan masalah-masalah  moral bangsa yang semestinya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih demokratis, membuat orang-orang Kristen menganggap bahwa Islam sebagai agama yang suka kekerasan dan agama teroris. Hal ini membuat jarak yang lebar antara Islam dan Kristen di Indonesia sehingga kerukunan itu sudah mulai merosot, dan membuat satu jurang yang dalam antara Umat Islam dan Kristen.

Menyiasati berbagai peristiwa yang sudah diuraikan di atas, maka sangat wajar kalau kita bertanya apakah kerukunan masih diperlukan? Jawabannya adalah bukan saja hanya sekedar perlu, tetapi Harus. Mengapa kerukunan merupakan keharusan? Karena kerukunan adalah salah satu syarat bagi bangsa ini untuk menjaga kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

V. SOLUSI PENDEKATAN
Kerukunan antar umat beragama di Indonesia khususnya agama Islam dan agama Kristen perlu dijaga demi kelangsungan kehidupan serta kesatuan bangsa ini. Kerukunan dan kebebasan, artinya keseimbangan yang dinamis antara kerukunan dan kebebasan. Bagaimanakah tanggung jawab kita sebagai orang Kristen dalam mewujudkan kerukunan di Negara Indonesia ini? Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:
a.       Masing-masing dari kita harus menyadari bahwa sesungguhnya dasar Negara kita adalah Pancasila, sehingga menyadari bahwa Negara Indonesia bukanlah Negara yang berlandaskan satu agama tertentu. Untuk keluar dari lingkaran setan yang membelenggunya ini, kedua umat harus kembali kepada akar-akar pokoknya. Pertama-tama tentu saja akar pokok ajaran dasar agama tersebut dan kedua adalah akar pokok budaya Indonesia.[4]
b.      Dialog adalah satu jalan yang bisa ditempuh oleh masyarakat dalam menjalankan kerukunan di Negara Indonesia, saling berbagi dan mengetahui serta menyadari bahwa agama adalah anugerah yang Tuhan berikan bagi manusia. Melalui dialog, menyadarkan umat baik Islam maupun Kristen bahwa Kitab Suci merupakan wahyu yang diberikan Allah kepada manusia, artinya bahwa Kitab Suci bukan hasil dari pikiran manusia saja. Sehingga masing-masing menganggap bahwa semua ajaran baik Islam maupun Kristen adalah berasal dari Allah.
c.       Mengembangkan sikap keterbukaan adalah penting, sebab akan dijadikan modal awal dan model kehidupan yang harmonis bagi masyarakat dalam membangun kehidupan beragama yang baik.
d.      Sebagai orang Indonesia yang lahir dan besar dalam bangsa yang menjunjung tinggi toleransi, sudah sepantasnya kita harus menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai sebagai warga Negara yang hak dan kebebasannya di atur dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Keharmonisan toleransi beragama antara Islam dan Kristen tidak hanya digalakan sebatas para pimpinan umat, tetapi harus berlangsung sampai kepada masyarakat akar rumput tanpa terkecuali bagi penganut-penganutnya, sesuai keyakinan dari agama yang telah dianut oleh setiap golongan agama.[5]

VI. KESIMPULAN
Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga kerukunan antar umat beragama khususnya agama Islam dan Kristen. Pluralitas adalah konteks Indonesia yang tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Sebagai orang Kristen kita harus berpandangan bahwa kerukunan bukan hanya sekedar mempunyai tujuan praktis, tetapi lebih daripada itu harus berakar dalam keyakinan Kristen. Alkitab menegaskan bahwa “Allah itu baik bagi semua orang” (Mzm 145:9), ini berarti kita harus melihat bahwa Allah adalah Tuhan bagi semua orang. Dalam doa-Nya Yesus berkata: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau,ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau”. (Yoh.17:21). Hal ini menunjukan bahwa ada persekutuan yang erat di dalam Allah Tritunggal atas dasar kasih. Sehingga konsep persaudaraan sebagai manusia yang memiliki citra Allah harus kita laksanakan untuk memupuk rasa menghargai, menghormati, dan saling menerima perbedaan sebagai mahkluk yang sama-sama diciptakan Allah. Sebagaimana Allah Tritunggal yang hidup dalam persekutuan yang erat atas dasar kasih maka sepantasnya hal ini juga tercermin dalam relasi-relasi orang Kristen dengan sesamanya. Di sanalah kita memperoleh teladan dan sekaligus kekuatan untuk mempraktikan kerukunan antar-sesama manusia tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.[6]










[1] Bambang Ruseno Utomo, Hidup Bersama di Bumi Pancasila, Pusat Studi Kebudayaan, Malang, 1993, hal.2
[2] Ibid.,hal.28
[3]  Ibid.,hal.44
[4] Ibid.,hal.262
[5] J.F. Onim, Islam dan Kristen di Tanah Papua, Jurnal Info Media, 2006, hal.207
[6] A.A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001, hal.105

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Di Balik Lagu KJ. 401 "Makin Dekat Tuhan"

Images Source: https://img.discogs.com  Penggubah & Latar Belakang            Tentu sebagian besar kita tidak asing dengan sebuah film romansa yang diangkat dari sebuah kisah  nyata yang terjadi pada tahun 1912 yakni Titanic. Film ini menceritakan tentang  sebuah kapal yang karam disebabkan oleh benturan hebat antara kapal dan gunung es, yang kemudian memakan korban yang tidak sedikit. Adegan demi adegan di dalam film ini mencoba menggambarkan kembali detil setiap kejadian di masa itu sehingga penonton ikut larut dan merasakan betapa peristiwa itu begitu dahsyat nan mengerikan.             Tulisan ini tidak membahas mengenai jalan cerita film di atas, melainkan ada satu yang menarik dalam film karya sutradara kondang James Cameroon ini, yakni adegan di mana grup musik kapal itu tetap memainkan lagu-lagu mereka dengan profesional di tengah kepanikan penumpang yang tengah terancam nyawanya. Salah satunya adalah hymn “ Nearer my God to Thee ” atau di dalam Kidung Jemaat

Elia Nabi Yang Setia

Pendahuluan             Cerita mengenai nabi-nabi di dalam Alkitab barangkali bukan menjadi sesuatu yang asing di telinga orang Kristen. Sejak kecil pengajaran di Sekolah Minggu telah mengajarkan anak-anak mengenai kisah heroik para nabi dalam membawa bangsa Israel dengan segala mukjizat yang dilakukan seperti Musa yang membelah laut merah, atau Yosua dengan tentaranya meruntuhkan tembok Yerikho.             Salah satu ialah Elia, yang merupakan  satu dari sekian banyak nabi yang diceritakan di dalam Alkitab yang menggambarkan bagaimana Allah memakai manusia untuk menjadi “penyambung lidah-Nya” dalam berbicara kepada manusia dan menyatakan kehendak-Nya. Elia merupakan salah satu nabi yang dipakai Allah secara luar biasa untuk berbicara kepada umat Israel bahkan bukan hanya berbicara dalam bentuk peringatan, akan tetapi Elia juga bertindak melakukan nubuat dengan bukti karena keyakinannya terhadap suara Allah dan kehendak Allah. Elia melakukan mujizat-mujizat. Ia tiba-tiba muncul

Paper Allah Tritunggal

PENDAHU LUAN             Tritunggal merupakan suatu istilah populer dalam kekristenan dan merupakan salah satu ajaran fundamental dalam agama Kristen. Doktrin ini lahir dari perumusan bapa-bapa gereja mula-mula dengan presuposisi dasar dalam melihat Alkitab sebagai pengenalan akan Allah yang telah menyatakan diriNya secara khusus melalui Firman-Nya dan bahwa Allah mengkomunikasikan diriNya secara cukup bagi manusia untuk mengenal Allah yang sesungguhhnya sehingga manusia dapat menjadi bijak dan menuntun  menuju keselamatan. [1] Dari pemahaman dasar inilah mereka melihat dan merumuskan bahwa Allah hadir dan menyatakan diriNya  dalam wujud Allah Tritunggal.             Namun dalam perjalanannya tentu saja hasil dari perumusan ini tidak sepenuhnya diterima dengan tangan terbuka oleh sebagian kalangan. Hantaman kritikan dari berbagai teolog-teolog yang kontra dan tidak sejalan dengan pengajaran ini di zamannya berusaha untuk meruntuhkan dan membuat pengajaran baru. Salah satu dianta